Makalah TBC Tulang
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang begitu pesat sehingga berpengaruh terhadap lingkungan dan gaya hidup manusia yang tidak teratur. Perubahan ini juga dapat berpengaruh pada kesehatan seseorang. Banyak masyarakat yang masih belum tahu akan pentingnya kesehatan serta pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sehingga banyak sekali penyakit yang dapat ditimbulkan akibat hal yang demikian. Salah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat adalah Tuberculosis tulang.
Penyakit TBC atau secara ilmiah dikenal dengan tuberculosis telah menjadi sebuah wabah endemik dengan jumlah pasien yang sangat besar di dunia. Prosentase kematian karena penyakit ini juga sangat tinggi; padahal penyakit ini bukanlah sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Penyakit yang diakui sangat sulit dibendung ini dapat disembuhkan jika teridentifikasi secara dini dan berobat secara teratur ke puskesmas atau rumah sakit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis di Amerika Serikat disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis. Infeksi pada sistem muskuloskeletal disebabkan oleh penyebaran hematogen dari lesi primer pada traktus respiratorius ; dapat timbul segera setelah lesi primer atau mungkin bertahun-tahun sebagai reaktivasi penyakit. Tuberkulosis pada tulang dan sendi terjadi pada 1 – 3 % pasien dengan tuberkulosis ekstraparu. Tuberkulosis pada vertebra lumbal atau thoraks (penyakit Pott) merupakan tempat paling sering pada tulang yang terinfeksi dan biasanya terjadi tanpa infeksi ekstraspinal. Penyakit ini terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan pada lanjut usia di Amerika Serikat. Jumlah osteomielitis kira-kira 20% dari tuberkulosis muskuloskeletal dan paling sering berdampak pada tulang paha dan tibia. Tuberkulosis pada sendi perifer hampir selalu monoarthrikuler, dengan lutut sebagai sendi paling sering.
TB tulang merupakan penyakit infeksi akut atau kronik yang disebabkan oleh Microbakterium tuberkulosis. Yang menjadi masalah utama baik di Indonesia maupun di dunia pada TB tulang adalah penyakit infeksi ini menyerang tulang dan dapat menyebar hampir kesetiap bagian tubuh termasuk ginjal, tulang dan nodus limfe. Menurut WHO prevalensi tuberkulosis yang menular di Indonesia adalah 715.000 kasus/tahun,sedangkan pada pencatatan dan pelaporan yang diperoleh berdasarkan registrasi di ruang perawatan paru lantai III RSPAD Gatot Soebroto selama enam bulan terakhir sejak November 2007 – Januari 2008 diperoleh data dari 332 orang yang dirawat terdapat 20 orang pasien yang dirawat dengan kasus TB Paru atau sebesar 16%. Jumlah penderita TB tulang dari tahu ke tahun terus meningkat, kenyataan menangani TB Paru begitu mengkhawatirkan sehingga kita harus waspada sejak dini agar tidakterjadi komplikasi – komplikasi yang dapat timbul akibat TB tulang. Komplikasi tersebut dapat diminimalkan dengan mendapatkan perawatan secara benar den tepat.
Oleh karena itu peran perawat sangat diperlukan baik dari aspek promotif yaitu dengan penyuluhan kesehatan, preventive dengan menjaga kebersihan lingkungan rumah, kuratif dengan cara membawa pasien yang sakit untuk berobat, serta aspek rehabilitatif . Mengingat kompleksnya masalah – masalah yang timbul maka penulis ingin mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis tulang dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui seluk beluk tentang TB Tulang pada para pembaca sehingga dapat menjadi referensi untuk pembelajaran atau upaya preventif mencegah penyakit TB Tulang.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan TB Tulang untuk diusahakan mencari data-data beserta pemecahanya kemudian mencocokan berdasarkan teori yang telah diperoleh dari kuliah maupun literature.
2.1 DEFINISI TB TULANG
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan necrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi.
Tuberculosis (TBC) tulang adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mycobacterium tuberculosa.Tuberculosa tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh.virus ini menyebar lewat udara. Pintu masuk pada tubuh manusia adalah lewat saluran pernafasan /paru-paru. Perkembangan virus TBC, didalam tubuh sangat lamban, tergantung pada daya tahan tubuh orang yang bersangkutan.
Tuberculosis tulang dapat menyerang hampir semua tulang tapi yang paling sering terjadi adalah TB pada tulang belakang, kaki, siku, tangan dan bahu.Rahang bawah (mandibula) dan sendi tempomandibular adalah daerah yang paling jarang terjangkit oleh kuman TBC.
Tuberculosis tulang adalah suatu proses peradangan yang kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dan fokus jauh .Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang.pada tempat infeksi timbul osteitis,kaseasi dan likuifaksi.Berbeda dengan osteomielitis piogenik,maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90 – 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.
Spondilitis tuberkulosa (TB Tulang Belakang) merupakan 50 % dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi. Sering mengenai vertebra 40 – 50 %, panggul 30% dan sendi lutut dan sendi – sendi lainnya. Dapat disertai dengan adanya tuberkulosis paru – paru.
Faktor predisposisi tuberkulosis adalah :
1. Sanitasi yang jelek
2. Gaya hidup yang berkaitan dengan nutrisi (serba instant makanan siap saji yang banyak
mengandung hormon pertumbuhan juga pencemaran)
3. Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris
4. Umur : terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2 – 10 tahun
5. Penyakit sebelumnya yang dapat memprofokasi kuman, seperti morbili dan varisella dapat
memprovokasi kuman
6. Masa pubertas dan kehamilan dapat mengaktifkan tuberculosis
Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis
Kuman biasanya akan menyerang dengan kekuatan penuh di saat daya tahan tubuh Anda sedang lemah. Saat menyerang, kuman akan membentuk lapisan pada tulang yang menyebabkan tulang tak bisa dialiri darah. Akibatnya tulang menjadi keropos atau bahkan menjadi rusak.
2.3 PATOLOGI
1. Kompleks Primer
Lesi primer biasanya pada paru – paru, faring atau usus dan kemudian melalui saluran limfemenyebar ke limfonodulus regional dan disebut primer kompleks.
2. Penyebaran Sekunder
Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah yang akan menghasilkan tuberkulosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra – pulmoner.
3. Lesi Tersier
Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberkulosis paru akan menyebar dan akan berakhir sebagai tuberkulosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus – kasus tuberkulosis paru masih tinggi dan kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih tinggi.
2.4 KLASIFIKASI TB TULANG
1. Osteomielitis Tuberkulosa
Osteomielitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan tuberkulosa di tempat lain,terutama paru-paru. Seperti pada osteomielitis hematogen akut,penyebaran infeksi juga terjadi secara hematogen dan biasanya mengenai anak-anak. Perbedaannya, osteomielitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah metafisis sementara osteomielitis tuberkulosa mengenai tulang belakang
2. Spondilitis Tuberkulosa
Tuberculosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spodilitis tuberculosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberculosa.Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infesi sekunder dari fokus ditempat lain dalam tubu. Percival pott (1973) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi,sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit pott.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala pada penyakit TBC tulang ini pastilah ada dan akan dirasakan oleh para penderitanya. Berbeda dengan penyakit TBC yang menyerang paru-paru, penyakit TBC tulang, memiliki ciri khas selain ciri umum TBC, bukan suatu hal aneh bila seseorang mengalami gejala-gejala di bawah ini, karena memang itu adalah ciri bahwa dia sedang berada di dalam serangan penyakit TBC tulang. Beberapa gejala tersebut ialah :
a. Pada awalnya penderita merasa pegal-pegal disertai rasa lelah pada sore hari. Pada tingkat
selanjutnya penderita mengalami penurunan berat badan , demam, berkeringat di malam hari,
kehilangan nafsu makan.
b. Pada sendi gejalanya mirip arthritis yaitu nyeri pada bagian sendi, bengkak, mengalami
keterbatasan gerak. Kulit diatas daerah yang terasa nyeri kadang terasa panas & kadang juga terasa
dingin, kulit berwarna merah kebiruan.
c. Nyeri punggung atau pinggang, abses (benjolan berisi cairan), sampai patah tulang. Bahaya
patahnya tulang belakang adalah kerusakan serabut saraf sehingga terjadi kelumpuhan pada kedua
kaki.
d. Jika tulang lutut atau tulang paha yang terkena, akan timbul sakit pada sendi, terutama jika
digerakkan, gerakan tulang menjadi terbatas, dan pembengkakan sendi.
e. Pada anak-anak gejalanya dapat ditemukan spasme otot pada saat malam hari.
f. Terkadang juga akan disertai dengan demam yang ringan. Pada kasus yang lebih berat, kelemahan
otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.
Secara klinik gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberculosis pada umumnya yaitu badan lemah lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat ( subfebris ) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada tuberculosis vertebrae servikal ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravetebral, inguinal, poplitea atau bokong, adanya sinus pada daerah paravetebral atau penderita datang dengan gejala – gejala paraparesis, paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spasme atau gibus.
Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan. Kelainan pada tulang belakang disebut gibbus, menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan menimbulkan asbes dingin. Apabila dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri. Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut, pasien sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis.
Kerusakan pada tulang akibat serangan kuman TBC seringkali tak menimbulkan gejala. Perkembangan virus TB di dalam tubuh sangat lamban tergantung pada daya tahan tubuh penderita. Penderita bisa saja merasakan gejala yang sangat mirip dengan rematik. Inilah yang akhirnya membuat kebanyakan orang tak mewaspadai adanya masalah yang lebih serius.
2.6 PATOFISIOLOGI
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barrier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.
Basil TB masuk kedalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratoris. Pada saat terjadi infeksi primer,karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru,hati,limpa,ginjal dan tulang. Enam hingga delapan minggu kemudian,respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna.Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian saraf sentral,bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise.discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus.Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan,tuberculosis akan terus menghancurkan vertebra didekatnya.
Kemudian eksudat (yang trdiri atas serum,leukosit,kaseosa,tulang yang fibrsosis serta basil tuberkulosa ) menyebar ke depan,dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra didekatnya.Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkupul dibelakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol kedalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
Abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah,tetapi yang paling sering pada vertebra torakalis XII. Bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis X sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal VIII sampai lumbal I sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medula spinalis dengan kanalis vertebralisnya.intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis X, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis I, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior.Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal.
2.7 STADIUM TB TULANG
Perjalanan penyakit ini terbagi dalam 5 stadium yaitu:
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan
berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi
pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta
pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 – 3 bulan setelah stadium destruksi
awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini
terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan
oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
spondilitis tuberkulosa. vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga
gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka
perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas atau setelah
berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya.
Derajat III : kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta
hipestesi/anesthesia
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi.
Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari
absesparavertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif / sembuh terjadi oleh karena tekanan pada
jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan
granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi
tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. Derajat I – III disebut sebagai paraparesis
dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan (Savant,2007).
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari focus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari focus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.8.1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis
2. Uji mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2.8.2 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1. Pemeriksaan foto thorax untuk melihat adanya tuberkulosis paru
2. Foto polos vertebrae, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai
penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat
ditemukan adanya massa abses paravetebral.
3. Pada foto AP, abses paravetebral di daerah servikal berbentuk sarang burung ( bird’s nets ), di
daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses berbentuk fusiform
4. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis
5. Pemeriksaan foto dengan zat kontras
6. Pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat gejala – gejala penekanan sumsum tulang
7. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi
8. Pemeriksaan MRI
Memiliki kelebihan dalam menggambarkan jaringan lunak dan aman digunkan. MRI juga memiliki kelebihan dalam mendiagnosa penyakit pada masa dini atau lesi multiple di bandingan dengan CT dan pemeriksaan radiologic konvensional. Gambaran lesi pada T1 weighted image adalah hypoitense sedangkan pada T2 weight image adalah hipertense. Lesi juga dapat menjadi lebih jelas dengan injeksi gadolinium DTPA intravena.
Pada spondilitis tuburculosa akan didapat gambaran dengan lingkaran inflamasi dibagian luar dan sekuester ditengah yang hipointens: tetapi gambaran ini mirip dengan infksi piogenik dan neuplasma sehingga tidak spesifik untuk spondylitis tuberkulosa.
2.9 PENATALAKSANAAN
Kuman tuberkulosa pada umunya dapat dibunuh atau dihambat dengan pemberian obat-obat anti tuberkulosa, misalnya kombinasi INH, etambutol, pirazinamid, dan rifampizin. Namun karena fertebra yang terinfeksi mengalami destruksi dengan pembentukan sekuester dan perkijuan, maka tindakan bedah menjadi pentin guntuk dapat mengevakuasi sumber infeksi dan jaringan nekrotik, terutama sekuester.
Destruksi korpus vertebra dapat menyebabkan kompesi terhadap medulla spinalis dan menyebabkan deficit neurologic, sehingga memerlukan tindakan bedah
Dasar penatalksaan spondylitis tuberkulosa adalah mengistirahatkan vertebra yang sakit, obat-obat anti tuberkulosa dan pengeluaran abses.
Pengobatan konservatif yang ketat dapat memberikan hasil yang cukup baik.
a. Istirahat ditempat tidur
Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips terutamapada keadaan akut atau fase aktif. Istirahat ditempt tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sampai dicapai keadaan yang tenang secara klinis, radiologi dan laboratoris. Nyeri akan berkurang, sepasme otot-otot paravertebral menghilang, nafsu makan pulih dan berat badan meningkat, suhu tubuh normal. Secara laboratoris, laju endap darah menurun, test mantoux diameter kurang 10 mm. pada pemeriksaan radiologis tidak dijumpai penambahan destruksi tulang, kavitasi ataupun sekuester.
b. Kemoterapi anti tuberkulosa
Tujuan pemberian obat anti tuberkulosa (OAT) secara umum adalah :
- Menyembuhkan penderita dalam waktu singkat dengan gangguan yang minimal
- Mencegah kematian akibat penyakit atau oleh efek lanjutannya.
- Mencegah kekambuhan
- Mencegah timbulnya kuman yang resisten
- Melindungi masyarakat dari penularan
Pemberian OAT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Terapi sedini mungkin
- Obat-obat dalam bentuk kombinasi
- Diberikan secara teratur
- Dosis harus cukup
- Diberikan sesuai jangka waktu pemberiannya.
WHO memberikan panduan penggunaan OAT berdasarkan berat ringannya penyakit.
1. Kategori I adalah tuberkulosa yang berat, termasuk tuberculosis paru yang luas, tuberculosis milier, tuberculosis disseminate, tuberculosis disertaidiabetes militus dan tuberculosis ekstra pulmonal termasuk spondylitis tuberkulosa.
2. Kategori II adalah tuberculosis paru yang kambuh atau gagal pengobatan
Katogori III adalah tuberculosis paru tersangka aktif.
Panduan OAT untuk spondylitis tuberkulosa sesuai dengan kategori I seperti dalam table I.
INH diberikan sampai 12 bulan. Streptomisin hanya sebagai kombinasi terakhir atau tambahan pada regimen yang ada. Disamping itu ada OAT tambahan.
panduan OAT untuk setiap kategori
c. Immobilisasi
Pemasangan gips bergantung pada level lesi, pada daerah servikal dapat dilakukan immobilisasi dengan jaket minerva,pada daerah torakal, torakallumbal dan lumbal atas immobilisasi dengan body jacket atau gips korset disertai fiksasi pada salah satu panggul.immobilisasi pada umumnya berlangsung 6 bulan,dimulai sejak penderita diizinkan rawat jalan.
Selama pengobatan penderita menjalani kontrol berkala dan dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris.Bila dalam pegamatan tidak tampak kemajuan, maka perlu difikirkan kemungkinan resistensi obat, adanya jaringan kaseonekrotik dan sekuester, nutrisi yang kurang baik, makan obat tidak berdisplin.
d. Terapi Operatif
Tujuan terapi operatif adalah menghilangkan sumber infeksi ,mengkoreksi deformitas,menghilangkan komplikasi neurologik dan kerusakan lebih lanjut.Salah satu tindakan bedah yang penting adalah debridement yang bertujuan menghilangkan sumber infeksi dengan cara membuang semua debri dan jaringan nekrotik,benda asing dan mikroorganisme
Indikasi operasi :
1. Jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang memuaskan,secara klinis dan radilogis
memburuk.
2. Deformitas bertambah,terjadi destruksi korpus multipel
3. Terjadinya kompresi pada medula spinalis dengan atau tidak dengan degisit neurologik,terdapat
abses paravertebral
4. Lesi terletak torakolumbal,torakal tengah dan bawah pada penderita anak.lesi pada daerah ini
akan menimbulkan deformitas berat pada anak dan tidak dapat ditanggulangi hanya dengan OAT.
5. Radiologis menunjukkan adanya sekuester ,kavitasi dan kaseonekrotik dalam jumlah banyak
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi untuk
bertambah berat terutama pada anak –anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau
melalui operasi radikal.
2.10 KOMPLIKASI
Kerusakan tulang atau sendi dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan jika terapi yang tidak adekuat diberikan. Deformitas berkaitan dengan kerusakan sendi, bentukan abses yang meluas ke tempat yang berdekatan dengan jaringan lunak, dan bentukan sinus sering ditemukan. Paraplegia merupakan komplikasi paling serius dari tuberkulosis tulang belakang. Sebagai bentuk penyembuhan lesi sendi yang hebat, ankilosis tulang atau jaringan fibrosa spontan akan terjadi.
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)
3.1.1 Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien.
Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1. Identitas klien
meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri punggung.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
6. Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
7. Pola - pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)
c. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
d. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres.Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentangpenyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakitia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka dijalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
8. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang
terlihatbentuk kiposis.
b. Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada
areatulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.
(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).
9. Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
• Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area
posterior.
• Terdapat penyempitan diskus.
• Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
• Laju endap darah meningkat
c. Tes tuberkulin.
• Reaksi tuberkulin biasanya positif.
3.1.2 Analisa
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami. oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).
3.1.3 Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
1. Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a) Gangguan mobilitas fisik
b) Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )
2. Perencanaan Keperawatan.Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.( Tim Departemen
Kesehatan RI, 1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
a) Diagnosa Perawatan I
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
Tujuan
o Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
Kriteria hasil
o Klien dapat ikut serta dalam program latihan
o Mencari bantuan sesuai kebutuhan
o Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Rencana tindakan
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
2. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
3. Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
o Mattress
o Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan
lekukan saat klien tidur.
4. Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
o Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun posisi
menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara
bersamaan.
o Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit
o Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
5. Monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
6. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
7. Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
8. Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman
padalambung atau diare.
Rasional
1. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
2. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
3. Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
4. Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
5. Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
6. Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
7. Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
8. Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek
samping.
b)Diagnosa Keperawatan II
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.
Tujuan
o Rasa nyaman terpenuhi
o Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil
o klien melaporkan penurunan nyeri
o menunjukkan perilaku yang lebih relaks
o memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.
Rencana tindakan
1. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
2. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
3. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
4. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
5. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
Rasional.
1. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
2. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
3. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
4. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi
lemas dan nyeri berkurang.
5. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan
mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
4.1 Kesimpulan
Tuberculosis (TBC) tulang adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mycobacterium tuberculosa.Tuberculosa tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh.virus ini menyebar lewat udara. Pintu masuk pada tubuh manusia adalah lewat saluran pernafasan /paru-paru. Perkembangan virus TBC, didalam tubuh sangat lamban, tergantung pada daya tahan tubuh orang yang bersangkutan.
4.2 Saran
Semoga kita semua dapat lebih memahami dan mengetahui tentang penyakit TB Tulang serta dapat meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta kita dalam penanggulangan TB Tulang.
DAFTAR PUSTAKA
Semoga bermanfaat ^_^
Penyakit TBC atau secara ilmiah dikenal dengan tuberculosis telah menjadi sebuah wabah endemik dengan jumlah pasien yang sangat besar di dunia. Prosentase kematian karena penyakit ini juga sangat tinggi; padahal penyakit ini bukanlah sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Penyakit yang diakui sangat sulit dibendung ini dapat disembuhkan jika teridentifikasi secara dini dan berobat secara teratur ke puskesmas atau rumah sakit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis di Amerika Serikat disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis. Infeksi pada sistem muskuloskeletal disebabkan oleh penyebaran hematogen dari lesi primer pada traktus respiratorius ; dapat timbul segera setelah lesi primer atau mungkin bertahun-tahun sebagai reaktivasi penyakit. Tuberkulosis pada tulang dan sendi terjadi pada 1 – 3 % pasien dengan tuberkulosis ekstraparu. Tuberkulosis pada vertebra lumbal atau thoraks (penyakit Pott) merupakan tempat paling sering pada tulang yang terinfeksi dan biasanya terjadi tanpa infeksi ekstraspinal. Penyakit ini terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan pada lanjut usia di Amerika Serikat. Jumlah osteomielitis kira-kira 20% dari tuberkulosis muskuloskeletal dan paling sering berdampak pada tulang paha dan tibia. Tuberkulosis pada sendi perifer hampir selalu monoarthrikuler, dengan lutut sebagai sendi paling sering.
TB tulang merupakan penyakit infeksi akut atau kronik yang disebabkan oleh Microbakterium tuberkulosis. Yang menjadi masalah utama baik di Indonesia maupun di dunia pada TB tulang adalah penyakit infeksi ini menyerang tulang dan dapat menyebar hampir kesetiap bagian tubuh termasuk ginjal, tulang dan nodus limfe. Menurut WHO prevalensi tuberkulosis yang menular di Indonesia adalah 715.000 kasus/tahun,sedangkan pada pencatatan dan pelaporan yang diperoleh berdasarkan registrasi di ruang perawatan paru lantai III RSPAD Gatot Soebroto selama enam bulan terakhir sejak November 2007 – Januari 2008 diperoleh data dari 332 orang yang dirawat terdapat 20 orang pasien yang dirawat dengan kasus TB Paru atau sebesar 16%. Jumlah penderita TB tulang dari tahu ke tahun terus meningkat, kenyataan menangani TB Paru begitu mengkhawatirkan sehingga kita harus waspada sejak dini agar tidakterjadi komplikasi – komplikasi yang dapat timbul akibat TB tulang. Komplikasi tersebut dapat diminimalkan dengan mendapatkan perawatan secara benar den tepat.
Oleh karena itu peran perawat sangat diperlukan baik dari aspek promotif yaitu dengan penyuluhan kesehatan, preventive dengan menjaga kebersihan lingkungan rumah, kuratif dengan cara membawa pasien yang sakit untuk berobat, serta aspek rehabilitatif . Mengingat kompleksnya masalah – masalah yang timbul maka penulis ingin mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis tulang dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui seluk beluk tentang TB Tulang pada para pembaca sehingga dapat menjadi referensi untuk pembelajaran atau upaya preventif mencegah penyakit TB Tulang.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan TB Tulang untuk diusahakan mencari data-data beserta pemecahanya kemudian mencocokan berdasarkan teori yang telah diperoleh dari kuliah maupun literature.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI TB TULANG
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan necrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi.
Tuberculosis (TBC) tulang adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mycobacterium tuberculosa.Tuberculosa tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh.virus ini menyebar lewat udara. Pintu masuk pada tubuh manusia adalah lewat saluran pernafasan /paru-paru. Perkembangan virus TBC, didalam tubuh sangat lamban, tergantung pada daya tahan tubuh orang yang bersangkutan.
Tuberculosis tulang dapat menyerang hampir semua tulang tapi yang paling sering terjadi adalah TB pada tulang belakang, kaki, siku, tangan dan bahu.Rahang bawah (mandibula) dan sendi tempomandibular adalah daerah yang paling jarang terjangkit oleh kuman TBC.
Tuberculosis tulang adalah suatu proses peradangan yang kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dan fokus jauh .Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang.pada tempat infeksi timbul osteitis,kaseasi dan likuifaksi.Berbeda dengan osteomielitis piogenik,maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90 – 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.
Spondilitis tuberkulosa (TB Tulang Belakang) merupakan 50 % dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi. Sering mengenai vertebra 40 – 50 %, panggul 30% dan sendi lutut dan sendi – sendi lainnya. Dapat disertai dengan adanya tuberkulosis paru – paru.
Faktor predisposisi tuberkulosis adalah :
1. Sanitasi yang jelek
2. Gaya hidup yang berkaitan dengan nutrisi (serba instant makanan siap saji yang banyak
mengandung hormon pertumbuhan juga pencemaran)
3. Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris
4. Umur : terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2 – 10 tahun
5. Penyakit sebelumnya yang dapat memprofokasi kuman, seperti morbili dan varisella dapat
memprovokasi kuman
6. Masa pubertas dan kehamilan dapat mengaktifkan tuberculosis
Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis
Kuman biasanya akan menyerang dengan kekuatan penuh di saat daya tahan tubuh Anda sedang lemah. Saat menyerang, kuman akan membentuk lapisan pada tulang yang menyebabkan tulang tak bisa dialiri darah. Akibatnya tulang menjadi keropos atau bahkan menjadi rusak.
2.3 PATOLOGI
1. Kompleks Primer
Lesi primer biasanya pada paru – paru, faring atau usus dan kemudian melalui saluran limfemenyebar ke limfonodulus regional dan disebut primer kompleks.
2. Penyebaran Sekunder
Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah yang akan menghasilkan tuberkulosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra – pulmoner.
3. Lesi Tersier
Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberkulosis paru akan menyebar dan akan berakhir sebagai tuberkulosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus – kasus tuberkulosis paru masih tinggi dan kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih tinggi.
2.4 KLASIFIKASI TB TULANG
1. Osteomielitis Tuberkulosa
Osteomielitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan tuberkulosa di tempat lain,terutama paru-paru. Seperti pada osteomielitis hematogen akut,penyebaran infeksi juga terjadi secara hematogen dan biasanya mengenai anak-anak. Perbedaannya, osteomielitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah metafisis sementara osteomielitis tuberkulosa mengenai tulang belakang
2. Spondilitis Tuberkulosa
Tuberculosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spodilitis tuberculosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberculosa.Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infesi sekunder dari fokus ditempat lain dalam tubu. Percival pott (1973) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi,sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit pott.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala pada penyakit TBC tulang ini pastilah ada dan akan dirasakan oleh para penderitanya. Berbeda dengan penyakit TBC yang menyerang paru-paru, penyakit TBC tulang, memiliki ciri khas selain ciri umum TBC, bukan suatu hal aneh bila seseorang mengalami gejala-gejala di bawah ini, karena memang itu adalah ciri bahwa dia sedang berada di dalam serangan penyakit TBC tulang. Beberapa gejala tersebut ialah :
a. Pada awalnya penderita merasa pegal-pegal disertai rasa lelah pada sore hari. Pada tingkat
selanjutnya penderita mengalami penurunan berat badan , demam, berkeringat di malam hari,
kehilangan nafsu makan.
b. Pada sendi gejalanya mirip arthritis yaitu nyeri pada bagian sendi, bengkak, mengalami
keterbatasan gerak. Kulit diatas daerah yang terasa nyeri kadang terasa panas & kadang juga terasa
dingin, kulit berwarna merah kebiruan.
c. Nyeri punggung atau pinggang, abses (benjolan berisi cairan), sampai patah tulang. Bahaya
patahnya tulang belakang adalah kerusakan serabut saraf sehingga terjadi kelumpuhan pada kedua
kaki.
d. Jika tulang lutut atau tulang paha yang terkena, akan timbul sakit pada sendi, terutama jika
digerakkan, gerakan tulang menjadi terbatas, dan pembengkakan sendi.
e. Pada anak-anak gejalanya dapat ditemukan spasme otot pada saat malam hari.
f. Terkadang juga akan disertai dengan demam yang ringan. Pada kasus yang lebih berat, kelemahan
otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.
Secara klinik gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberculosis pada umumnya yaitu badan lemah lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat ( subfebris ) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada tuberculosis vertebrae servikal ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravetebral, inguinal, poplitea atau bokong, adanya sinus pada daerah paravetebral atau penderita datang dengan gejala – gejala paraparesis, paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spasme atau gibus.
Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan. Kelainan pada tulang belakang disebut gibbus, menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan menimbulkan asbes dingin. Apabila dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri. Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut, pasien sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis.
Kerusakan pada tulang akibat serangan kuman TBC seringkali tak menimbulkan gejala. Perkembangan virus TB di dalam tubuh sangat lamban tergantung pada daya tahan tubuh penderita. Penderita bisa saja merasakan gejala yang sangat mirip dengan rematik. Inilah yang akhirnya membuat kebanyakan orang tak mewaspadai adanya masalah yang lebih serius.
2.6 PATOFISIOLOGI
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barrier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.
Basil TB masuk kedalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratoris. Pada saat terjadi infeksi primer,karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru,hati,limpa,ginjal dan tulang. Enam hingga delapan minggu kemudian,respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna.Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian saraf sentral,bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise.discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus.Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan,tuberculosis akan terus menghancurkan vertebra didekatnya.
Kemudian eksudat (yang trdiri atas serum,leukosit,kaseosa,tulang yang fibrsosis serta basil tuberkulosa ) menyebar ke depan,dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra didekatnya.Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkupul dibelakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol kedalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
Abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah,tetapi yang paling sering pada vertebra torakalis XII. Bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis X sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal VIII sampai lumbal I sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medula spinalis dengan kanalis vertebralisnya.intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis X, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis I, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior.Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal.
2.7 STADIUM TB TULANG
Perjalanan penyakit ini terbagi dalam 5 stadium yaitu:
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan
berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi
pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta
pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 – 3 bulan setelah stadium destruksi
awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini
terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan
oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
spondilitis tuberkulosa. vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga
gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka
perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas atau setelah
berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya.
Derajat III : kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta
hipestesi/anesthesia
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi.
Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari
absesparavertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif / sembuh terjadi oleh karena tekanan pada
jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan
granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi
tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. Derajat I – III disebut sebagai paraparesis
dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan (Savant,2007).
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari focus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari focus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.8.1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis
2. Uji mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2.8.2 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1. Pemeriksaan foto thorax untuk melihat adanya tuberkulosis paru
2. Foto polos vertebrae, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai
penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat
ditemukan adanya massa abses paravetebral.
3. Pada foto AP, abses paravetebral di daerah servikal berbentuk sarang burung ( bird’s nets ), di
daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses berbentuk fusiform
4. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis
5. Pemeriksaan foto dengan zat kontras
6. Pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat gejala – gejala penekanan sumsum tulang
7. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi
8. Pemeriksaan MRI
Memiliki kelebihan dalam menggambarkan jaringan lunak dan aman digunkan. MRI juga memiliki kelebihan dalam mendiagnosa penyakit pada masa dini atau lesi multiple di bandingan dengan CT dan pemeriksaan radiologic konvensional. Gambaran lesi pada T1 weighted image adalah hypoitense sedangkan pada T2 weight image adalah hipertense. Lesi juga dapat menjadi lebih jelas dengan injeksi gadolinium DTPA intravena.
Pada spondilitis tuburculosa akan didapat gambaran dengan lingkaran inflamasi dibagian luar dan sekuester ditengah yang hipointens: tetapi gambaran ini mirip dengan infksi piogenik dan neuplasma sehingga tidak spesifik untuk spondylitis tuberkulosa.
2.9 PENATALAKSANAAN
Kuman tuberkulosa pada umunya dapat dibunuh atau dihambat dengan pemberian obat-obat anti tuberkulosa, misalnya kombinasi INH, etambutol, pirazinamid, dan rifampizin. Namun karena fertebra yang terinfeksi mengalami destruksi dengan pembentukan sekuester dan perkijuan, maka tindakan bedah menjadi pentin guntuk dapat mengevakuasi sumber infeksi dan jaringan nekrotik, terutama sekuester.
Destruksi korpus vertebra dapat menyebabkan kompesi terhadap medulla spinalis dan menyebabkan deficit neurologic, sehingga memerlukan tindakan bedah
Dasar penatalksaan spondylitis tuberkulosa adalah mengistirahatkan vertebra yang sakit, obat-obat anti tuberkulosa dan pengeluaran abses.
- Terapi konservatif
Pengobatan konservatif yang ketat dapat memberikan hasil yang cukup baik.
a. Istirahat ditempat tidur
Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips terutamapada keadaan akut atau fase aktif. Istirahat ditempt tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sampai dicapai keadaan yang tenang secara klinis, radiologi dan laboratoris. Nyeri akan berkurang, sepasme otot-otot paravertebral menghilang, nafsu makan pulih dan berat badan meningkat, suhu tubuh normal. Secara laboratoris, laju endap darah menurun, test mantoux diameter kurang 10 mm. pada pemeriksaan radiologis tidak dijumpai penambahan destruksi tulang, kavitasi ataupun sekuester.
b. Kemoterapi anti tuberkulosa
Tujuan pemberian obat anti tuberkulosa (OAT) secara umum adalah :
- Menyembuhkan penderita dalam waktu singkat dengan gangguan yang minimal
- Mencegah kematian akibat penyakit atau oleh efek lanjutannya.
- Mencegah kekambuhan
- Mencegah timbulnya kuman yang resisten
- Melindungi masyarakat dari penularan
Pemberian OAT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Terapi sedini mungkin
- Obat-obat dalam bentuk kombinasi
- Diberikan secara teratur
- Dosis harus cukup
- Diberikan sesuai jangka waktu pemberiannya.
WHO memberikan panduan penggunaan OAT berdasarkan berat ringannya penyakit.
1. Kategori I adalah tuberkulosa yang berat, termasuk tuberculosis paru yang luas, tuberculosis milier, tuberculosis disseminate, tuberculosis disertaidiabetes militus dan tuberculosis ekstra pulmonal termasuk spondylitis tuberkulosa.
2. Kategori II adalah tuberculosis paru yang kambuh atau gagal pengobatan
Katogori III adalah tuberculosis paru tersangka aktif.
Panduan OAT untuk spondylitis tuberkulosa sesuai dengan kategori I seperti dalam table I.
INH diberikan sampai 12 bulan. Streptomisin hanya sebagai kombinasi terakhir atau tambahan pada regimen yang ada. Disamping itu ada OAT tambahan.
panduan OAT untuk setiap kategori
c. Immobilisasi
Pemasangan gips bergantung pada level lesi, pada daerah servikal dapat dilakukan immobilisasi dengan jaket minerva,pada daerah torakal, torakallumbal dan lumbal atas immobilisasi dengan body jacket atau gips korset disertai fiksasi pada salah satu panggul.immobilisasi pada umumnya berlangsung 6 bulan,dimulai sejak penderita diizinkan rawat jalan.
Selama pengobatan penderita menjalani kontrol berkala dan dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris.Bila dalam pegamatan tidak tampak kemajuan, maka perlu difikirkan kemungkinan resistensi obat, adanya jaringan kaseonekrotik dan sekuester, nutrisi yang kurang baik, makan obat tidak berdisplin.
d. Terapi Operatif
Tujuan terapi operatif adalah menghilangkan sumber infeksi ,mengkoreksi deformitas,menghilangkan komplikasi neurologik dan kerusakan lebih lanjut.Salah satu tindakan bedah yang penting adalah debridement yang bertujuan menghilangkan sumber infeksi dengan cara membuang semua debri dan jaringan nekrotik,benda asing dan mikroorganisme
Indikasi operasi :
1. Jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang memuaskan,secara klinis dan radilogis
memburuk.
2. Deformitas bertambah,terjadi destruksi korpus multipel
3. Terjadinya kompresi pada medula spinalis dengan atau tidak dengan degisit neurologik,terdapat
abses paravertebral
4. Lesi terletak torakolumbal,torakal tengah dan bawah pada penderita anak.lesi pada daerah ini
akan menimbulkan deformitas berat pada anak dan tidak dapat ditanggulangi hanya dengan OAT.
5. Radiologis menunjukkan adanya sekuester ,kavitasi dan kaseonekrotik dalam jumlah banyak
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi untuk
bertambah berat terutama pada anak –anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau
melalui operasi radikal.
2.10 KOMPLIKASI
Kerusakan tulang atau sendi dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan jika terapi yang tidak adekuat diberikan. Deformitas berkaitan dengan kerusakan sendi, bentukan abses yang meluas ke tempat yang berdekatan dengan jaringan lunak, dan bentukan sinus sering ditemukan. Paraplegia merupakan komplikasi paling serius dari tuberkulosis tulang belakang. Sebagai bentuk penyembuhan lesi sendi yang hebat, ankilosis tulang atau jaringan fibrosa spontan akan terjadi.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)
3.1.1 Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien.
Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1. Identitas klien
meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri punggung.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
6. Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
7. Pola - pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)
c. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
d. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres.Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentangpenyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakitia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka dijalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
8. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang
terlihatbentuk kiposis.
b. Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada
areatulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.
(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).
9. Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
• Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area
posterior.
• Terdapat penyempitan diskus.
• Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
• Laju endap darah meningkat
c. Tes tuberkulin.
• Reaksi tuberkulin biasanya positif.
3.1.2 Analisa
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami. oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).
3.1.3 Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
1. Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a) Gangguan mobilitas fisik
b) Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )
2. Perencanaan Keperawatan.Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.( Tim Departemen
Kesehatan RI, 1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
a) Diagnosa Perawatan I
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
Tujuan
o Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
Kriteria hasil
o Klien dapat ikut serta dalam program latihan
o Mencari bantuan sesuai kebutuhan
o Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Rencana tindakan
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
2. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
3. Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
o Mattress
o Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan
lekukan saat klien tidur.
4. Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
o Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun posisi
menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara
bersamaan.
o Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit
o Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
5. Monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
6. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
7. Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
8. Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman
padalambung atau diare.
Rasional
1. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
2. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
3. Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
4. Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
5. Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
6. Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
7. Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
8. Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek
samping.
b)Diagnosa Keperawatan II
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.
Tujuan
o Rasa nyaman terpenuhi
o Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil
o klien melaporkan penurunan nyeri
o menunjukkan perilaku yang lebih relaks
o memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.
Rencana tindakan
1. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
2. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
3. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
4. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
5. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
Rasional.
1. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
2. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
3. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
4. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi
lemas dan nyeri berkurang.
5. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan
mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tuberculosis (TBC) tulang adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mycobacterium tuberculosa.Tuberculosa tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh.virus ini menyebar lewat udara. Pintu masuk pada tubuh manusia adalah lewat saluran pernafasan /paru-paru. Perkembangan virus TBC, didalam tubuh sangat lamban, tergantung pada daya tahan tubuh orang yang bersangkutan.
4.2 Saran
Semoga kita semua dapat lebih memahami dan mengetahui tentang penyakit TB Tulang serta dapat meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta kita dalam penanggulangan TB Tulang.
DAFTAR PUSTAKA
- Samsuhidajat, Wim de Jong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003,hlm 907– 910.
- Rasjad Chairuddin. Infeksi dan Inflamasi. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamumpatue; 2003. Hal. 144 – 149.
- http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/18/tuberkulosis-tulang/
- http://www.meddean.luc
Semoga bermanfaat ^_^
terimah kash blok ini sant membantu
BalasHapus