Sabtu, 14 Mei 2016

Makalah KEP (Kekurangan Energi Protein)

Makalah KEP (Kekurangan Energi Protein)


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Diseluruh dunia, kekukarangan energi-protein (KEP) merupakan penyebab utama kematian pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Kep adalah spektrum keadaan yang disebabkan oleh faktor sosial atau ekonomi yang mengakibatkan kekurangan makanan. KEP sekunder terjadi pada anak dengan berbagai keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan kalori (misalnya trauma, infeksi dan kanker), peningkatan kehilangan kalori (misalnya malabsorbsi dan fibrosiskistik), penurunan asupan kalori (anoreksia,kanker, pembatasan asupan oral, dan faktor sosial), atau kombinasi dari ketiga variabel ini.
KEP (Kekurangan Energi dan Protein) atau Protein Energy Malnutrition merupakan salah satu gangguan gizi yang penting bagi banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. KEP terdapat terutama pada anak-anak di bawah lima tahun (balita).
Dari berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makro nutrien ke defisiensi mikro nutrien, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30 %) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Berbagai upaya untuk menanggulangi kejadian KEP antara lain pemberdayaan keluarga, perbaikan lingkungan, menjaga ketersediaan pangan, perbaikan pola konsumsi dan pengembangan pola asuh, melakukan KIE, melakukan penjaringan dan pelacakan kasus KEP, memberikan PMT penyuluhan, pendampingan petugas kesehatan, mengoptimalkan Poli Gizi di Puskesmas,dan revitalisasi Posyandu.
Penyakit Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia Kekurangan Energi Protein (KEP) menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan dalam. Gejala klinis dari Kekurangan Energi Protein (KEP) sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Kekurangan Energi Protein (KEP) yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat , sisanya ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2006 sekitar 170 juta umat manusia terinfeksi Kekurangan Energi Protein (KEP). Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru Kekurangan Energi Protein (KEP) bertambah 3-4 juta orang.
Angka prevalensi penyakit Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia, secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit Kekurangan Energi Protein (KEP) pada tahun 2007 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap Kekurangan Energi Protein (KEP) (Anonim, 2008).
Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun denganpuncaknya sekitar 40-49 tahun (Hadi, 2008).


1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.2 Bagaimana anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.3 Apa saja klasifikasi Kekurangan energy Protein (KEP) ?
1.2.4 Apa saja etiologi dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.6 Apa saja manifestasi klinis dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.7 Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan penunjang pada penderita Kekurangan Energi Protein (KEP) ?
1.2.9 Apa saja penatalaksanaan dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Kekurangan Energi Protein (KEP)?


1.3 TUJUAN
Mengetahui dan Memahami tentang Konsep Kekurangan Energi Protein (KEP) serta Asuhan Keperawatannya pada klien secara komprehensif.


1.4 MANFAAT
1.4.1 Teoritis
a. Memberikan wawasam tentang Kekurangan Energi Protein (KEP) kepada masyarakat.
b. Memberikan masukan kepada pengelola pendidikan keperawatan untuk lebih mengenalkan askep Kekurangan Energi Protein (KEP) kepada peserta didiknya.
c. Sebagai wacana untuk penelitian selanjutnya dibidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan masalah system pencernaan

1.4.2 Praktis
a. Sebagai wacana dalam menambah ilmu pengethauan dalam masukan/ pertimbangan dalam membuat standar prosedur dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) guna untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan pengurangan derajat penderita KEP di Indonesia.
b. Menumbuhkan motivasi bagi tenaga pelaksana untuk menambah pengetahuan, keahlian dan peran dalam masalah pencernaan seperti Kekurangan Energi Protein (KEP).



BAB 2
KONSEP DASAR
LAPORAN PENDAHULUAN


2.1 DEFINISI KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). (Depkes, 1999).
Malnutrisi energi protein adalah seseorang yang kekurangan gizi yang disebabkan oleh konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. (Suparno, 2000).
Kekurangan energi protein adalah suatu sindroma penyakit gizi yang disebabkan oleh defisiensi zat-zat makanan atau nutrient terutama protein dan kalori. (Naziruddin, 1998).

2.2 ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi fisiologi pada malnutrisi kurang energi protein berupa gangguan pada sistem pencernaan yang tidak dapat mengaabsorbsi protein.organ saluran cerna membentuk suatu lumen lumen kontinue yang berawal di mulut berakhir di anus fungsi utama saluran cerna adalah mencerna makanan dan menyerap cairan dan zat giziyang di perlukan untuk energi dan sebagai bahan dasar untuk pertumbuhan. karena lumennya bersambung dengan dunia luar, saluaran cerna juga harus membentuk sawar selektif untuk mencegah penetrasi oleh bakteri.
Esofagus dalah suatu tabung yang merupakan saluran cerna bagi lewatnya makanan melintasi toraks menuju lambung .Lubang kearah faring tertutup kecuali saat menelan ,sehingga udara tidak tertelan kearah ke dalam saluran pencernaan selama bernapas biasa .demikian juda ,lubang kearah lambung tetap tertutup oleh springteresofagus bawah, yang merupakan penebalan muskularis. Lambung berfungsi sebagai reservoar dan pencampur bagi makanan yang tertelan .bagian lambung terbesar adalah badan lambung yang di tandai secara makroskopis dan lipatanm lipatan tebal.
Usus halus adalah organ terbesar di saluran cerna dan bertangung jawab melakukan sebagian besar fungsi pencernaan dan penyerapan. Bagian pertama,duodenum,berjalan dari pirolus ke ligamentum.Duktus biliaris komunis dan duktus pankreatikus masuk ke dudenum di papila vateri.
Usus halus sisanya memiliki panjang sekitar 200-250cm pada neonatus aterm dan mencapai 350-600 pada orang dewasa .Pencernaan protein di mulai oleh enzim pepsin di lambung yang di sekresikan bersam oleh asam lambung. Beberap protein pembawa spefisik yang deoenden natrium dan dengan spesifitas tumpang tindih secara aktif mengangkut asam amino ke dalam sel . Kebutuhan spesifik yang harus di penuhi biasanya di bagi menjadi deapan bagian dalam kategori utama yaitu berupa Air, energi, protein, vitamin, mineral, lemak, karbohidrat , vitamin dan elemen renik. (Alpers,Ann. 2006).
Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring osefagus, gaster, usus halus, usus besar, rectum anus. Sistem ini berfungsi menyediakan nutrisi bagi kebutuhan sel melalui proses ingesti, digesti, dan absorbsi, serta eliminasi bagi makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. (Syarifudin, 1997).
Proses ingesti terjadi saat makanan berada dilingkungan mulut yaitu saat mengunyah yang dilakukan oleh koordinasi otot rangka dan sistem saraf sehingga makanan menjadi halus dan saat yang sama makanan bercampur dengan saliva sehingga makanan menjadi licin dan mudah ditelan. (Syarifudin, 1997).
Digesti adalah perubahan fisik dan kimia dari makanan dengan bantuan enzim dan koenzim yang pengeluarannya diatur oleh hormone dan saraf. sehingga zat-zat makanan dapat di absorbsi kedalam aliran darah. proses digesti dimulai dari mulut dan berakhir di usus halus. (Syarifudin, 1997).
Eliminasi adalah pengeluaran sisa pencernaan dari tubuh melalui anus. zat-zat makanan yang diserap oleh tubuh di metabolisme oleh sel sehingga menghasilkan energi, membentuk jaringan, hormone, dan enzim. Makanan dapat bergerak dari saluran cerna sampai ke anus.karena adanya peristaltic yang berasal dari kontraksi ritmis dari usus yang diatur oleh system saraf otonom dan saraf enteric. (Syarifudin, 1997).
Metabolisme Energi dan Protein. Energi diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, meabolisme, utilisasi bahan makanan, dan aktivitas. Protein dalam diet dapat memberi energi untuk keperluan tersebut dan juga untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel, dan hormone maupun enzim untuk mengatur metabolisme. (Solihin, 2000).
Suplai energi bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan daripada suplai protein bagi pertumbuhan. Maka bilamana jumlah energi dalam makanan sehari-hari tidak cukup, sebagian masukan protein makanan akan dipergunakan sebagai energi, hingga mengurangi bagian yang diperlukan bagi pertumbuhan. Bahkan jika masukan energi dan protein jauh dari cukup, proses katabolisme akan terjadi terhadap otot-otot untuk menyediakan glukosa bagi energi dan asam-amino untuk sintesis protein yang sangat esensial. (Solihin, 2000).
Jumlah protein dan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang mormal tergantung dari pada kualitas zat gizi yang dimakan, seperti bagaimana mudah zat tersebut dapat dicerna ( digestibility), diserap (absorbability), distribusi asam amino proteinnya, dan factor-faktor lain, seperti umur, berat badan, aktivitas individu, suhu lingkungan, dan sebagainya. (Solihin,2000).

GANGGUAN GIZI
a. Gizi Lebih
Gizi lebih akan menyebabkan terjadinya obesitas. Keadaan tersebut umumnya di sebabkan karena masukan energi yang berlebihan. Kelebihan zat makanan ini akan menjadi penumpukan jaringan lemah dibawah kulit yang berlebihan dan terdapat diseluruh tubuh. Obesitas dapat menyebabkan terjadi penyakit seperti diabetes militus, tekanan darah tinggi, kelainan jantung dsb.
b. Gizi Kurang
Defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan yang cukup bergizi dalam waktu lama. Tidak cukup asal anak mendapatkan makanan banyak saja (misalnya sehari makan 3x1 piring nasi hanya dengan kerupuk atau kuah sayur saja) tetapi harus mengandung nutrien yang cukup, yaitu karbohidrat,protein,lemak,vitamin,mineral dan air.
Istilah dan klasifikasi gizi kurang amat berfariasi,dan masih merupakan masalah yang plik. Namun secara sederhana, di klinik dapat pakai istilah malnutrisi energi protein (MET) sebagai nama umum. Penentuan jenis MET yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi dan berat badan, lingkar lengan atas,tebal lipatan kulit) dibantu dengan pemeriksaan laboratorium. Namun untuk kepentingan praktis diklinik maupun di lapangan, klasifikasinya dengan patokan awal dengan membandingkan berat badan umur sering digunakan :
- Berat badan >120% baku: gizi lebih
- Berat badan 80-120% baku: gizi cukup atau baik
- Berat badan 60-80% baku,tampak edema: gizi kurang (MEP ringan)
- Berat badan 60-80% baku dengan edema: kwasasiorkor (MEP brat)
- Berat badan <60 baku="" brat="" dengan="" edema:="" marasmik-kwasasiorkor="" p="">- Berat badan <60 :="" baku="" brat="" dari="" edema="" gizi="" kurang="" marasmus="" p="" ringan="" tampak="">Pada keadaan permulaan tidak ditemukan kelainan biokimia,tetapi pada keadaan lanjut akan di dapatkan kadar albumin rendah sedang globulin meninggi.

2.3 KLASIFIKASI KEKURANGAN ENERGI PROTEIN
Menurut Departement Kesehatan RI, 1999:
2.3.1 KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS pada pita warna kuning.
2.3.2 KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak dibawah garis merah (BBM).
2.3.3 KEP berat / gizi buruk bila hasil penimbangan BB / 4 < 60% baku median WHO – NCNS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/ gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat /gizi buruk digunakan table BB / 4 baku median WHO - NCNS.
KEP merupakan keadaan tidak cukupnya asupan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh atau dikenal dengan nama Marasmus dan kwasiorkor. Kwasiorkor disebabkan oleh kekurangan protein, baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas. Sedangkan marasmus disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein.

KWASHIORKOR
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energy dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai. Kekurangan Energi Protein (KEP), dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, dan hyperkeratosis. (Nurarif,A.2015)

MARASMUS
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori – protein yang berat.Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. (Nurarif. 2015; 233).

KWASHIORKOR – MARASMUS
Merupakan suatu KEP yang temuan klinisnya terdapat tanda kwashiorkor dan marasmus, anak mengalami edema, kurus berat, dan berhenti tumbuh. (Wong. 2008; 445).


2.4 ETIOLOGI
Faktor penyebab yang dapat menimbulkan kekurangan energy protein yaitu:
a. Sosial ekonomi yang rendah
b. Sukar atau mahalnya makanan yang baik
c. Kurangnya pengertian orang tua mengenai gizi
d. Kurangnya faktor infeksi pada anak (misal: diare)
e. Kepercayaan dan kebiasaan yang salah terhadap makanan.
f. Tidak makan daging atau telur disaat luka. Nazirudin (1998).
g. ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang
h. Kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis)
i. Penyakit hati yang kronis (Nurarif, A. 2015).
j. Infeksi menahun.


2.5 PATOFISIOLOGI 

2.6 MANIFESTASI KLINIS
2.6.1 KWASHIORKOR
Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama :
1. Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng, dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
2. Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar).
3. Odema
4. Anoreksia dan diare
5. Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek
6. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut
7. Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defisiensi vitamin B kompleks, defisiensi eritropoitin dan kerusakan hati
8. Anak mudah terjangkit infeksi
9. Terjadi defisiensi vitamin dan mineral
10. Perubahan mental (cengeng atau apatis)
11. Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat
12. Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
13. Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
14. Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis
15. Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)
16. Anemia akibat gangguan eritropoesis
17. Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah
18. Pada biopsy hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus
19. Hasil autopsy pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degenerative pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya). (Nurarif, A. 2015).

2.6.2 MARASMUS
1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2. Diare.
3. Mata besar dan dalam.
4. Akral dingin dan tampak sianosis.
5. Wajah seperti orang tua.
6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit jelek..
9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
11. Vena superfisialis tampak lebih jelas.
12. Ubun-ubun besar cekung.
13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
14. Anoreksia.
15. Sering bangun malam. (Nurarif. 2015; 233).

2.6.3 KWASHIORKOR – MARASMUS
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, disertai dengan edema yang tidak mencolok. (Depkes, 2001).


2.7 KOMPLIKASI
2.7.1 KWASHIORKOR
a. Diare
b. Infeksi
c. Anemia
d. Gangguan tumbuh kembang
e. Hipokalemi
f. Hipernatremi

2.7.2 MARASMUS
Komplikasi yang mungkin terjadi defisiensi Vitamin A,infestasi cacing, dermatis tuberkulosis,bronkopneumonia, noma, anemia, gagaltumbuh serta keterlambatan perkembanganmental dan psikomotor.
1. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukanyang kurang atau absorbsi yangterganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, seringterjangkit infeksi enteritis, salmonelosis,infeksi saluran nafas) atau pada penyakithati. Karena Vitamin A larut dalam lemak,masukan lemak yang kurang dapatmenimbulkan gangguan absorbsi.
2. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyaikecenderungan untuk mudahnya terjadiinfeksi khususnya gastroenteritis.Padaanak dengan gizi buruk/kurang giziinvestasi parasit seperti cacing yangjumlahnya meningkat pada anak dengangizi kurang.
3. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali olehbakteri tuberkolosis, anak akanmembentuk “tuberkolosis primer”.Gambaran yang utama adalah pembesarankelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjarhilus), yang terletak dekat bronkus utamadan pembuluh darah.Jika pembesaranmenghebat, penekanan pada bronkusmungkin dapat menyebabkanya tersumbat,sehingga tidak ada udara yang dapatmemasuki bagian paru, yang selanjutnyayang terinfeksi.Pada sebagian besarkasus, biasanya menyembuh danmeninggalkan sedikit kekebalan terhadappenyakit ini.Pada anak dengan keadaanumum dan gizi yang jelek, kelenjar dapatmemecahkan ke dalam bronkus,menyebarkan infeksi dan mengakibatkanpenyakit paru yang luas.
4. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderitakekurangan kalori-protein dengankelemahan otot yang menyeluruh ataumenderita poliomeilisis dan kelemahanotot pernapasan. Anak mungkin tidakdapat batuk dengan baik untukmenghilangkan sumbatan pus.Kenyataanini lebih sering menimbulkan pneumonia,yang mungkin mengenai banyak bagiankecil tersebar di paru (bronkopneumonia).
5. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salahsatu komplikasi kekurangan kalori-proteinberat yang perlu segera ditangani, kerenasifatnya sangat destruktif dan akut.Kerusakan dapat terjadi pada jaringanlunak maupun jaringan tulang sekitarrongga mulut.Gejala yang khas adalahbau busuk yang sangat keras.Lukabermula dengan bintik hitam berbaudiselaput mulut. Pada tahap berikutnyabintik ini akan mendestruksi jaringan lunaksekitarnya dan lebih mendalam. Sehinggadari luar akan terlihat lubang kecil danberbau busuk.


2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.8.1 KWASHIORKOR
a. Pemeriksaan darah : albumin, globulin, protein total, elektrolit serum, biakan darah
b. Pemeriksaan urine : urine lengkap dan kultur urine
c. Uji faal hati
d. EKG
e. X foto paru
f. Konsul THT : adanya otitis media. (Nurarif, A. 2015).

2.8.2 MARASMUS
a. Pemeriksaan Fisik
b. Mengukur TB dan BB
c. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter).
d. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dengan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki – laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
(Nurarif. 2015; 233).


2.9 PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000 : 514 – 517) penatalaksanan marasmus adalah :

2.9.1 Atasi / cegah hipoglikemia
Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <>oC, suhu rektal 35,5oC). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.

2.9.2 Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal <37oc p="">- Segera beri makanan cair/fomula khusus.
- Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.

2.9.3 Atasi/cegah dehidrasi
- Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.

2.9.4 Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.
a. Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.
b. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
c. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
- Berikan setiap hari :
- Tambahkan multivitamin.
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).
- Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.
- Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.
- Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14. Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional). Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional). Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
- Mulai pemberian makan
- Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal.

Penatalaksanaan pada kwashiorkor
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak (bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu diberikan
pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit.

Penatalaksanaan secara umum
a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
b. Pengobatan atau pencegahan hipotermia
c. Pengobatan atau pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan dehidrasi adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan :
a. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap ½ jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan member minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus KEP disebut ReSoMal.
b. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2×. Jika anak tidak dapat minum, lakukan rehidrasi intravena (infuse) RL/glukosa 5% dan NaCl dengan perbandingan 1 : 1.
c. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :
- Kelebihan Natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah
- Defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg)

Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2 minggu. Berikan makanan tanpa diberi garam/rendah garam, untuk rehidrasi, diberikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2× (dengan pe+an 1 liter air) ditambah 4 gr kecil dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral bentuk makanan lumat.
a. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak.Pada semua KEP berat secara rutin diberikan antibiotic spectrum luar.

b. Pemberian makanan, balita KEP berat
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak yang sangat lemah dan kapasitas homeostatic berkurang, pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energy dan protein cukup untuk memenuhi metabolism basal saja, formula khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/medisko ½ yang dilanjutkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun agar dapat mencapai prinsip tersebut dengan persyaratan diet sbb : porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa, energy 100 kkal/kg/hari, protein 1-1,5 gr/kgbb/hari, cairan 130 ml/kg BB/hari (jika ada edema berat 100 ml/kg bb/hari), bila anak mendapat ASI teruskan, dianjurkan memberi formula WHO 75/modifikasi/medisko ½ dengan gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet, pemberian formula WHO 75/modifikasi/medisko ½ atau pengganti dari jadwal pemberian makanan harus sesuai dengan kebutuhan anak.

c. Perhatikan masa tumbuh kejar balita
Fase ini meliputi 2 fase : transisi dan rehabilitasi:
 Fase Transisi (minggu II)
- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan untuk menghindari resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
- Ganti formula khusus awal (energy 75 kal dan protein 0.9-1.0 gr/100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energy 100 kka dan protein 2.9 gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asal kandungan energy dan protein sama.
- Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg bb/kali pemberian (200 ml/kg bb/hari).
 Fase Rehabilitasi (minggu III-VII)
- Formula WHO-F 135/pengganti/medisko 1 ½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering
- Energy : 150-220 kkal/kg bb/hari
- Protein : 4-6 gr/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan formula karena energy dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

d. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral, walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe).Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai naik (pada minggu II).Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
- Tambahan multivitamin lain
-  Bila BB mulai naik berikan zat besi dalm bentuk tablet besi folat/sirup besi
-  Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis tunggal
-  Vitamin A oral 1 kali
-  Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul vit A

e. Berikan stimulasi dan dukungan emosional(Nurarif. 2015).



BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP) PADA ANAK


3.1 PENGKAJIAN

3.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakitdengan keluhan gangguan pertumbuhan(berat badan semakin lama semakin turun),bengkak pada tungkai, diare, konstipasi, dankeluhan lain yang menunjukkan terjadinyagangguan kekurangan gizi.

b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal, dan post natal, hospitalisasi danpembedahan yang pernah dialami, alergi,pola kebiasaan, tumbuh-kembang,imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang,buruk), psikososial, psikoseksual, interaksidan lain-lain. Data fokus yang perlu dikajidalam hal ini adalah riwayat pemenuhankebutuhan nutrisi anak (riwayat kekuranganprotein dan kalori dalam waktu relatif lama).

c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,pendidikan dan pekerjaan anggotakeluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilakuyang dapat mempengaruhi kesehatan,persepsi keluarga tentang penyakit kliendan lain-lain.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda klinis dibawah ini tergantung pada derajat dan durasi malnutrisi dan termasuk observasi indikasi vitamin dan mineraldefesiensi protein/kalori.
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Penurunan otot (temporal, interkostal, gastroknemius, dorsum tangan); ekstremitas kurus, penurunan toleransi aktivitas.

b. Sirkulasi
Tanda : takikardia, bradikardia, Diaforosis, sianosis

c. Eliminasi
Gejala : Diare atau konstipasi; flatulens berkenaan dengan masukan makanan.
Tanda : distensi abdomen/ peningkatan lingkar perut, ansietas, nyeri tekan pada palpasi, feses mungkin lunak, keras, berlemak atau warna seperti tanah liat.

d. Makanan/Cairan
- Gejala : penurunan berat badan 100% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya. Masalah dengan menelan, mengunyah, tersedak atau produksi saliva. Perubahan pada rasa makanan; anoreksia, mual/muntah,bising usus, ketidakadekuatan masukan oral (puasa) selama 7-10 hari, penggunaan jangka panjang dari dektrosa 5% secara intravena.
- Tanda : Berat badan aktual (diukur ) dibandingkan dengan berat badan umum atau sebelum sakit kurang dari 90% dari berat badan ideal untuk tinggi, jenis kelamin dan usia atau sama dengan atau lebih besar dari 120% dari berat badan ideal (pasien beresiko kegemukan adalah kecendrungan untuk mengabaikan kebutuhan protein dan kalori). Penyimpangan berat badan aktual mungkin terjadi karena adanya edema, ansietas, oragnomegali, bulk tumir, anasarka, amputasi, ompong atau gigi yang sakit bila dikatupkan, toroid, pembesaran parotis, bibir kering, pucat kemerahan, bengkak, stomatis sudut bibir, lidah lembut, pucat, kotor, warna kering magenta, merah daging, papila lidah atrofi/bengkak. Gusi bengkak/ berdarah, karies multipel, membran mukosa kering.

e. Neurosensori
Tanda : Latargi, apatis, gelisah, peka terhadap rangsangan, disorientasi, refleks gas menelan mungkin penurunan/ tidak ada misalnya; CVS, taruma kepala, sedera saraf.

f. Pernafasan
Tanda : Peningkatan frekwensi pernafasan, distres pernafasan, dispnea, peningkatan produksi sputum, bunyi nafas, krekels (defesiensi protein akibat perpindahan cairan).

g. Keamanan
Gejala : Adanya program terapi radiasi (enteritis radiasi)
Tanda : Rambut mungkin rapuh, kasar, alopesia, penurunan pigmentasi. Kulit kering, kasar, seperti samak; “dermitosis”flaky paint”; luka basah atau tidak sembuh, luka tekan; ekimosis, petekie perifolikel, kehilangan lemak subkutan. Mata cekung, menonjol, kering dengan konjungtiva pucat; titik Btot (triangular, mengkilat, titik abu-abu pada konjungtiva terlihat defesiensi vitamin A), atau ikterik sklera. Kuku mungkin rapuh, tipis, datar, bentuk seperti sendok.

h. Seksualitas
Gejala : Kehilangan libido, amenorea. (Doengoes, 2000).


3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.2.1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d defisit nutrisi berat.
3.2.2 Kekurangan volume cairan b.d deficit cairan berat
3.2.3 Intoleransi Aktivitas b.d defisiensi kalori
3.2.4 Resiko kerusakan integritas kulit b.d edema
3.2.5 Resiko infeksi b.d daya tahan tubun menurun
3.2.6 Keterlambatan tumbuh kembang b.d gangguan motorik
3.2.7 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya bronkhopneumonia


3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
3.3.1 Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.3.2 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam diharapkan .
3.3.3 Kriteria Hasil : Mendemontrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi
3.3.4 Intervensi dan Rasional:
1. Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energi, kondisi kulit, kuku, rambut, rongga, mulut, keinginan untuk makan/anoreksia.
R/ : Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/ dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan.
R/ :Membuat data dasar, membantu dalam memantau kefektifan aturan terapetik, dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan kecenderungan dalam penurunan/ penambahan berat badan.
3. Dokumentasi masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
R/ : Mengidentifikasikan ketidak seimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan masukan aktual.
4. Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan tehnik relaksasi.
R/ : Mengubah energi/ menurunkan kebutuhan kalori.
5. Pantau gula/ aseton urine atau glukosa tusuk jari perprotokol.
R/ : Kandungan glukosa tinggi dari larutan dapat menimbulkan kelelahan pankreas, memerlukan penggunaan suplemen insulin untuk HHNC.
6. Berikan alat makan bantuan mandiri sesuai dengan indikasi, misalnya pegangan piring, sendok dengan pegangan, cangkir dengan peniup.
R/: Pasien dengan defisit neuromuskular, misalnya : Pasca –CSV, cedera otak, memerlukan penggunaan alat bantu khususnya yang dikembangkan untuk makan.
7. Beri waktu mengunyah, menelan, melembutkan makanan, beri sosialisasi dan bantuan makan sesuai indikasi.
R/ : Pasien perlu dorongan/ bantuan untuk menghadapi masalah dasar seperti anoreksia, kelelahan, kelemahan otot.
8. Rujuk pada tim nutrisi/ ahli diet.
R/ : Membantu dalam identifikasi defisit nutrien dan kebutuhan terhadap intervensi nutrisi parenteral/ enteral.
9. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi misalnya preparat multivitamin.
R/ : Vitamin larut dalam air ditambahkan pada larutan parental. Vitamin lain diberikan untuk defesiensi yang teridentifikasi.


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kekurangan Energi Protein(KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenui angka kecukupan gizi (Depkes RI, 1999).
KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.

4.2 Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita.Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang harus kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur, dengan memperhatikan gizi yang seimbang serta juga memperhatikan lingkungan yang sehat sehingga dapat menunjang kedepannya. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.
Sebagai penyusun, kami merasa bersyukur dan bangga dapat menyelesaikan makalah ini dengan sedemikian rupa, tetapi, makalah ini belumlah sempurna seperti makalah yang sempurna.Oleh karena itu, kami sebagai penyusun memohon kritik dan saran dari para pembaca karena kami sadar tiada hal yang sempurna di muka bumi ini, yang pepatah mengatakan “Tiada gading yang tak retak”, kecuali Allah SWT.



DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia. Sehat2010. Jakarta.
2. Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta: EGC
3. Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:Mediaction
4. Nurarif,A.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC jilid 2.Yogyakarta : Media Action
5. Pudjiadi,Solihin. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Ed ke 4.Jakarta: FKUI
6. Sloane, Ethel.2004.ANATOMI & FISIOLOGI untuk PEMULA.Jakarta:EGC
7. Wong, Donna L.2008.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik , Ed 6, Vol 1.Jakarta EGC
8. Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media Aescullapius.


Semoga bermanfaat ^_^

1 komentar: