Minggu, 22 Mei 2016

Terapi Kognitif

Terapi Kognitif

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf / deficit neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara sederhana stroke didefinisi sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas / lumpuh sesaat atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian. Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik).
Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam keadaan kesadaran yang menurun (koma). Keadaan seperti ini memerlukan penanganan dan perawatan yang bersifat umum, khusus, rehabilitasi, serta rencana pemulangan klien. Mengetahui keadaan tersebut, maka peran perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut ataupun sesudahnya. Usaha yang dapat dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan secara menyuluruh, mulai dari promotif, prefentif, kuratif, sampai dengan rehabilitasi.
Dalam hal ini Individu membentuk sudut pandang dan keyakinan serta memiliki afek atau perasaan mengenai apa yang dianggap benar bagi diri sendiri, lingkungan, dan mengenia pikiran serta perasaannya pada interaksi yang luas dengan perilaku atau tindakan dalam rangkaian interaksi. Setiap interaksi memperngaruhi interaksi lain dan dalam hal ini individu melakukan perubahan perspsi atau sudut pandang tersebut dengan bantuan seorang perawat, dalam hal ini perawat memberikan sebuah terapi.
Berdasarkan kognisi dan pengalaman masa lalu, individu membentuk pandangan dan skema kognitif yaitu cara berpikir atau perspektif kebiasaan mengenai diri sendiri, dunia dan masa depan. Misalnya, individu mengembangkan pandangan psimistis mengenai cara mengontrol takdirnya sendiri atau merasa takdirnya mampu dikontrol oleh orang lain dan tidak mampu mengontrolnya sendiri. Dalam situasi tersebut, individu mengembangkan pandangan negative serta merasa tidak berharga (disebut pikiran otomatis negative) yang dapat menimbulkan stress, emosi, kecemasan dan depresi. Individu cenderung mengolah keyakinan yang tidak masuk akal tentang kemampuan dan berhubungan dengan orang lain. Hasil persepsi dan distorsi yang salah ini ditandai oleh harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri dan orang lain, metode koping yang tidak efektif, dan pandangan tentang diri sendiri sebagai orang yang tidak mampu.


1.2 Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami tentang terapi kognitif dan mahasiswa mampu menerapkan kepada klien khusunya pada klien CVA/stroke.


1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang dikmaksud dengan terapi kognitif ?
2. Apa Tujuan dilakukan Terapi Kognitif?
3. Apa Saja Teknik Terapi Kognitif?
4. Bagaimana Langkah-langkah Melakukan Terapi?
5. Bagaimana Strategi Pendekatan?  



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Terapi Kognitif
Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang (Stuart, 2009).
Secara khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif muncul dari distorsi kognitif. Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam penalaran, atau pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. distorsi dapat berupa positif atau negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat kehidupan dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang berbahaya, seperti menyangkal masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat untuk serangan jantung". distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti yang diungkapkan oleh orang yang menafsirkan semua situasi kehidupan disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri. Distorsi kognitif umum tercantum dalam tabel di bawah ini (Stuart, 2009)
Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur berorientasi terhadap masalah saat ini dan bersifat individu.
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi (Singgih, 2007).

2.2 Tujuan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut:
1. Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang keakuratan kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat dan mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam beberapa penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan terapi depresan.
2.  Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara berpikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional.
4. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptive, pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada pikiran individu yang menentukan sifat fungsionalnya.
5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptive dan otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan yang dapat menyebabkan depresi. Klien menyadari kesalahan cara berpikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun klien mengidentifikasi kondisi negative, mencari alternative, membuat skema yang sudah ada menjadi lebih fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang lebih adaptif.
6. Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang menyebabkan dan mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan klien, restrukrisasi jognitif, pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik biologis, mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan reframing.
7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau pencegahan respons, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui psikoedukasi.
8. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk mengubah persepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya.
9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif.
10.Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan yang salah.
11.Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik untuk meningkatkan aktivitas sosialnnya.
12.Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.

2.3 Indikasi Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim, terutama:
1. Depresi (ringan sampai sedang).8
2. Gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan.
3. Indiividu yang mengalami stress emosional.
4. Gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi.
5. Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik).
6. Gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder).
7. Gangguan makan (anoreksia nervosa).
8. Gangguan mood.
9. Gangguan psikoseksual
10. Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.

2.4 Teknik Terapi Kognitif
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik komter, milieu therapy dan counseling. Beberapa teknik tersebut antara lain:
1. Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)
Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan terhadap pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom. Masing-masing kolom terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah terutama yang dianggap menimbulkan kecemasan saat ini.










Perawat jiwa dapat memberikan blanko restructuring cognitive, untuk kemudian diisi oleh klien. Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien dan blanko yang sudah terisi dibahas secara bersama.

2. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)
Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan pikiran-pikiran abtraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah mencari fakta untuk mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Klien yang mengalami distorsi dalam pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber data atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota lain dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-data yang bisa dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaanya selama ini.

3. Teknik penemuan alternatif ( examing alternatives)
Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanya alternative pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan percobaan bunuh diri. Latihan menemukan dan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah klien bisa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya. Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu. Kemudian mencari dan menemukan alternatifnya. Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain menganggap masalahnya rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti: listrik belum dibayar, suami selingkuh, anak sakit, genteng bocor dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan biasanya klien bisa menemukan alternatif – alternatif yang bisa dilakukan. Sebagai contoh alternatif listrik belum dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat keterangan tidak mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat penerangan lain, gabung dengan tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih mampu dan sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien agar berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.

4. Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa ( the what-if then ). Hal ini meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang mungkin terjadi.
Pertanyaan – pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah:
“ apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”
“ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan. Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien yang tinggal dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya lakukan bila tsunami tiba-tiba datang?; gempa tiba-tiba melanda?; suami tiba-tiba tenggelam?; dan sebagainya.

5. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa penting untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan melihat dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif dari masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu makna berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang lainnya.

6. Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien. Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik berhenti memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah bata di dinding yang digunakan untuk menghentikan berpikir dysfunctional. Untuk memulainya, klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman masalahnya dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras “berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari perawat. Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian.

7. Learning New Behavior With Modeling
Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan kesulitannya. Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien melakukan pemecahan secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien mencoba memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa melakukannya sendiri.

8. Membentuk Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement. Misalnya anak yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian.

9. Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan berlangsung terus menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan.

10. Role Play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa melihat akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok

11.Social skill Training.
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah:
a. Feedback
Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan membersihkan lantai, perawat mendemonstrasikan cara membersihkan lantai yang baik, selanjutnya perawat mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih belum selesai harapan.

12. Anversion Theraphy
Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-kebiasan buruk klien dengan cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan bahwa penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan melakukan kebiasaan ngemil makanan, maka ia dianjurkan untuk membayangkan kotoran kambing yang dimakan terus.

13.Contingency Contracting
Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat dengan punishment dan reward. Misalnya bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk yang sudah disepakati untuk ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi kognitif adalah sebagai berikut:
1. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan keyakinan yang menyebabkan khawatir.
2. Menggunakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien untuk menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang merendahkan dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa asumsi tersebut tidak logis dan tidak rasional.
3. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan distress enmosional menjadi hilang.


2.5 Langkah-langkah Melakukan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala.
Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas:
1. Fase awal (sesi 1-4)
a. Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.
b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap emosi dan fisik.
c. Menentukan tujuan terapi.
d. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.

2. Fase pertegahan (sesi 5-12)
a. Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.
b. Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan keterampilann berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan depresi dan memodifikasinya.

3. Fase akhir (13-16)
a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b. Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.


2.6 Strategi Pendekatan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:
1. Menghilangkan pikiran otomatis.
2. Menguji pikiran otomatis.
3. Mengidentifikasi asumsi maladaptive.
4. Menguji validitas asumsi maladaptive.



BAB 3
PEMBAHASAN KASUS


A. Kasus
Ny. S 65 tahun beragama Islam dibawa ke IGD oleh keluarga karena kelemahan gerak bagian kanan yang dirasakan kira-kira setengah jam yang lalu yaitu ketika bangun tidur jam 5 pagi. Pasien tampak mengatuk, merasakan nyeri kepala, tidak ada mual muntah. Tidak ada kejang. Pasien sulit berkomunikasi,mulutpenceng, disorientasi dan sulit mengenali keluarga namun dapat mengenali dirinya sendiri. Sebelumnya pasien belum pernah sakit seperti sekarang. Riwayat kesehatan : NY.S adalah penderita DM dan Hipertensi, Keduanya tidak terkontrol, kurang lebih 10 tahun , jarang berolah raga, dengan pola makan tidak teratur. Dari pemeriksaan medis di dapatkan diagnose medis CVA.Mengetahui itu pasien sangat cemas dan semangat untuk menjalani pengobatan menurun sebab takut tidak punya harapan untuk sembuh. Hal itu dikarenakan juga kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya dan komplikasi penyakit yang dipunyainya.Setelah dilakukan pengkajian, ternyata pasien saat dirumah ibadahnya tekun dan aktif dalam kegiatan keagamaan, namun saat pasien dua hari dirumah sakit mengeluh tidak bisa ibadah dengan baik karena keadaannya fisiknya. Hal ini membuat Ny. S semakin tidak semangat, dan tiap malam juga tidak dapat tidur.

B. Penerapan

1. Teknik penemuan fakta-fakta (model keperawatan jiwa-psikoanalisa)
Mencari fakta untuk mendukung keyakinan dan kepercayaannya.
Contoh kasus :Pasien sulit berkomunikasi,mulut penceng, disorientasi dan sulit mengenali keluarga namun dapat mengenali dirinya sendiri.
Tindakan : perawat harus bisa meningkatkan BHSP antara pasien dengan perawat dan antara pasien dengan keluarganya.

2. Teknik penemuan alternatif (model keperawatan menurut Newman)
Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya. Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu kemudian mencari dan menemukan alternatifnya. Menurut Newman, asuhan keperawatan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi reaksi tubuh akibat adanya stressor. Contoh kasus : pasien sangat cemas dan semangat untuk menjalani pengobatan menurun sebab takut tidak punya harapan untuk sembuh. Hal itu dikarenakan juga kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya dan komplikasi penyakit yang dipunyainya.Setelah dilakukan pengkajian, ternyata pasien saat dirumah ibadahnya tekun dan aktif dalam kegiatan keagamaan, namun saat pasien dua hari dirumah sakit mengeluh tidak bisa ibadah dengan baik karena keadaannya fisiknya. Hal ini membuat Ny. S semakin tidak semangat, dan tiap malam juga tidak dapat tidur.
Tindakan : perawat membimbing pasien untuk mengurutkan masalah yang ringan sampai yang terberat. Pasien tidak menyadari bahwa masalah terberatnya adalah akumulasi dari berbagai masalah. Perawat memberikan alternatif untuk masalah yang paling ringan. Pasien ansietas tidak punya harapan untuk sembuh dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan komplikasinya. Perawat menjelaskan lebih detail tentang penyakit dan komplikasinya serta memotivasi, sampai pasien benar-benar paham dan kembali bersemangat menjalani aktivitasnya.

3. Teknik learning new behavior with modeling (model sosial)
Klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah. Selanjutnya klien meniru perilaku orang yang dijadikan model.



BAB IV
PENUTUP


4.1 Kesimpulan
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi. Terapi kognitif digunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku yang malasuai, dan fungsi kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek kognitif yang ada. Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan pasien atau klien agar berpikir lebih realistik gejala yang berkelainan yang ada.
Terapi kognitif di indikasikan kepada klien dengan depresi (ringan sampai sedang), gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan, indiividu yang mengalami stress emosional, gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi, gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik), gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder), gangguan makan (anoreksia nervosa), gangguan mood, gangguan psikoseksual, mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
Beberapa teknik dalam terapi kognitif yaitu teknik restrukturisasi kongnisi (restructuring cognitive), teknik penemuan fakta-fakta (questioning the evidence), teknik penemuan alternatif (examing alternatives), dekatastropik (decatastrophizing), reframing, thought stopping, learning new behavior with modeling, membentuk pola (shaping), token economy, role play, social skill training, anversion theraphy, contingency contracting.

4.2 Saran
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis kita mampu menerapkan terapi kognitif kepada klien.  



DAFTAR PUSTAKA

1. Gunarsa, Singgih D. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:Gunung Mulia.
2. Nasir, Abdul. Muhith, Abdul.2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:Salemba Medika.
3. Setyoadi, dkk.2011.Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta:Salemba Medika. 4. Stuart, G.W. 2009. Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis:Mosby.
5. Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.


Semoga bermanfaat ^_^

Sabtu, 14 Mei 2016

Makalah KEP (Kekurangan Energi Protein)

Makalah KEP (Kekurangan Energi Protein)


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Diseluruh dunia, kekukarangan energi-protein (KEP) merupakan penyebab utama kematian pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Kep adalah spektrum keadaan yang disebabkan oleh faktor sosial atau ekonomi yang mengakibatkan kekurangan makanan. KEP sekunder terjadi pada anak dengan berbagai keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan kalori (misalnya trauma, infeksi dan kanker), peningkatan kehilangan kalori (misalnya malabsorbsi dan fibrosiskistik), penurunan asupan kalori (anoreksia,kanker, pembatasan asupan oral, dan faktor sosial), atau kombinasi dari ketiga variabel ini.
KEP (Kekurangan Energi dan Protein) atau Protein Energy Malnutrition merupakan salah satu gangguan gizi yang penting bagi banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. KEP terdapat terutama pada anak-anak di bawah lima tahun (balita).
Dari berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makro nutrien ke defisiensi mikro nutrien, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30 %) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Berbagai upaya untuk menanggulangi kejadian KEP antara lain pemberdayaan keluarga, perbaikan lingkungan, menjaga ketersediaan pangan, perbaikan pola konsumsi dan pengembangan pola asuh, melakukan KIE, melakukan penjaringan dan pelacakan kasus KEP, memberikan PMT penyuluhan, pendampingan petugas kesehatan, mengoptimalkan Poli Gizi di Puskesmas,dan revitalisasi Posyandu.
Penyakit Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia Kekurangan Energi Protein (KEP) menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan dalam. Gejala klinis dari Kekurangan Energi Protein (KEP) sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Kekurangan Energi Protein (KEP) yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat , sisanya ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2006 sekitar 170 juta umat manusia terinfeksi Kekurangan Energi Protein (KEP). Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru Kekurangan Energi Protein (KEP) bertambah 3-4 juta orang.
Angka prevalensi penyakit Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia, secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit Kekurangan Energi Protein (KEP) pada tahun 2007 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap Kekurangan Energi Protein (KEP) (Anonim, 2008).
Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun denganpuncaknya sekitar 40-49 tahun (Hadi, 2008).


1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.2 Bagaimana anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.3 Apa saja klasifikasi Kekurangan energy Protein (KEP) ?
1.2.4 Apa saja etiologi dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.6 Apa saja manifestasi klinis dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.7 Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan penunjang pada penderita Kekurangan Energi Protein (KEP) ?
1.2.9 Apa saja penatalaksanaan dari Kekurangan Energi Protein (KEP)?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Kekurangan Energi Protein (KEP)?


1.3 TUJUAN
Mengetahui dan Memahami tentang Konsep Kekurangan Energi Protein (KEP) serta Asuhan Keperawatannya pada klien secara komprehensif.


1.4 MANFAAT
1.4.1 Teoritis
a. Memberikan wawasam tentang Kekurangan Energi Protein (KEP) kepada masyarakat.
b. Memberikan masukan kepada pengelola pendidikan keperawatan untuk lebih mengenalkan askep Kekurangan Energi Protein (KEP) kepada peserta didiknya.
c. Sebagai wacana untuk penelitian selanjutnya dibidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan masalah system pencernaan

1.4.2 Praktis
a. Sebagai wacana dalam menambah ilmu pengethauan dalam masukan/ pertimbangan dalam membuat standar prosedur dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) guna untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan pengurangan derajat penderita KEP di Indonesia.
b. Menumbuhkan motivasi bagi tenaga pelaksana untuk menambah pengetahuan, keahlian dan peran dalam masalah pencernaan seperti Kekurangan Energi Protein (KEP).



BAB 2
KONSEP DASAR
LAPORAN PENDAHULUAN


2.1 DEFINISI KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). (Depkes, 1999).
Malnutrisi energi protein adalah seseorang yang kekurangan gizi yang disebabkan oleh konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. (Suparno, 2000).
Kekurangan energi protein adalah suatu sindroma penyakit gizi yang disebabkan oleh defisiensi zat-zat makanan atau nutrient terutama protein dan kalori. (Naziruddin, 1998).

2.2 ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi fisiologi pada malnutrisi kurang energi protein berupa gangguan pada sistem pencernaan yang tidak dapat mengaabsorbsi protein.organ saluran cerna membentuk suatu lumen lumen kontinue yang berawal di mulut berakhir di anus fungsi utama saluran cerna adalah mencerna makanan dan menyerap cairan dan zat giziyang di perlukan untuk energi dan sebagai bahan dasar untuk pertumbuhan. karena lumennya bersambung dengan dunia luar, saluaran cerna juga harus membentuk sawar selektif untuk mencegah penetrasi oleh bakteri.
Esofagus dalah suatu tabung yang merupakan saluran cerna bagi lewatnya makanan melintasi toraks menuju lambung .Lubang kearah faring tertutup kecuali saat menelan ,sehingga udara tidak tertelan kearah ke dalam saluran pencernaan selama bernapas biasa .demikian juda ,lubang kearah lambung tetap tertutup oleh springteresofagus bawah, yang merupakan penebalan muskularis. Lambung berfungsi sebagai reservoar dan pencampur bagi makanan yang tertelan .bagian lambung terbesar adalah badan lambung yang di tandai secara makroskopis dan lipatanm lipatan tebal.
Usus halus adalah organ terbesar di saluran cerna dan bertangung jawab melakukan sebagian besar fungsi pencernaan dan penyerapan. Bagian pertama,duodenum,berjalan dari pirolus ke ligamentum.Duktus biliaris komunis dan duktus pankreatikus masuk ke dudenum di papila vateri.
Usus halus sisanya memiliki panjang sekitar 200-250cm pada neonatus aterm dan mencapai 350-600 pada orang dewasa .Pencernaan protein di mulai oleh enzim pepsin di lambung yang di sekresikan bersam oleh asam lambung. Beberap protein pembawa spefisik yang deoenden natrium dan dengan spesifitas tumpang tindih secara aktif mengangkut asam amino ke dalam sel . Kebutuhan spesifik yang harus di penuhi biasanya di bagi menjadi deapan bagian dalam kategori utama yaitu berupa Air, energi, protein, vitamin, mineral, lemak, karbohidrat , vitamin dan elemen renik. (Alpers,Ann. 2006).
Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring osefagus, gaster, usus halus, usus besar, rectum anus. Sistem ini berfungsi menyediakan nutrisi bagi kebutuhan sel melalui proses ingesti, digesti, dan absorbsi, serta eliminasi bagi makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. (Syarifudin, 1997).
Proses ingesti terjadi saat makanan berada dilingkungan mulut yaitu saat mengunyah yang dilakukan oleh koordinasi otot rangka dan sistem saraf sehingga makanan menjadi halus dan saat yang sama makanan bercampur dengan saliva sehingga makanan menjadi licin dan mudah ditelan. (Syarifudin, 1997).
Digesti adalah perubahan fisik dan kimia dari makanan dengan bantuan enzim dan koenzim yang pengeluarannya diatur oleh hormone dan saraf. sehingga zat-zat makanan dapat di absorbsi kedalam aliran darah. proses digesti dimulai dari mulut dan berakhir di usus halus. (Syarifudin, 1997).
Eliminasi adalah pengeluaran sisa pencernaan dari tubuh melalui anus. zat-zat makanan yang diserap oleh tubuh di metabolisme oleh sel sehingga menghasilkan energi, membentuk jaringan, hormone, dan enzim. Makanan dapat bergerak dari saluran cerna sampai ke anus.karena adanya peristaltic yang berasal dari kontraksi ritmis dari usus yang diatur oleh system saraf otonom dan saraf enteric. (Syarifudin, 1997).
Metabolisme Energi dan Protein. Energi diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, meabolisme, utilisasi bahan makanan, dan aktivitas. Protein dalam diet dapat memberi energi untuk keperluan tersebut dan juga untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel, dan hormone maupun enzim untuk mengatur metabolisme. (Solihin, 2000).
Suplai energi bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan daripada suplai protein bagi pertumbuhan. Maka bilamana jumlah energi dalam makanan sehari-hari tidak cukup, sebagian masukan protein makanan akan dipergunakan sebagai energi, hingga mengurangi bagian yang diperlukan bagi pertumbuhan. Bahkan jika masukan energi dan protein jauh dari cukup, proses katabolisme akan terjadi terhadap otot-otot untuk menyediakan glukosa bagi energi dan asam-amino untuk sintesis protein yang sangat esensial. (Solihin, 2000).
Jumlah protein dan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang mormal tergantung dari pada kualitas zat gizi yang dimakan, seperti bagaimana mudah zat tersebut dapat dicerna ( digestibility), diserap (absorbability), distribusi asam amino proteinnya, dan factor-faktor lain, seperti umur, berat badan, aktivitas individu, suhu lingkungan, dan sebagainya. (Solihin,2000).

GANGGUAN GIZI
a. Gizi Lebih
Gizi lebih akan menyebabkan terjadinya obesitas. Keadaan tersebut umumnya di sebabkan karena masukan energi yang berlebihan. Kelebihan zat makanan ini akan menjadi penumpukan jaringan lemah dibawah kulit yang berlebihan dan terdapat diseluruh tubuh. Obesitas dapat menyebabkan terjadi penyakit seperti diabetes militus, tekanan darah tinggi, kelainan jantung dsb.
b. Gizi Kurang
Defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan yang cukup bergizi dalam waktu lama. Tidak cukup asal anak mendapatkan makanan banyak saja (misalnya sehari makan 3x1 piring nasi hanya dengan kerupuk atau kuah sayur saja) tetapi harus mengandung nutrien yang cukup, yaitu karbohidrat,protein,lemak,vitamin,mineral dan air.
Istilah dan klasifikasi gizi kurang amat berfariasi,dan masih merupakan masalah yang plik. Namun secara sederhana, di klinik dapat pakai istilah malnutrisi energi protein (MET) sebagai nama umum. Penentuan jenis MET yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi dan berat badan, lingkar lengan atas,tebal lipatan kulit) dibantu dengan pemeriksaan laboratorium. Namun untuk kepentingan praktis diklinik maupun di lapangan, klasifikasinya dengan patokan awal dengan membandingkan berat badan umur sering digunakan :
- Berat badan >120% baku: gizi lebih
- Berat badan 80-120% baku: gizi cukup atau baik
- Berat badan 60-80% baku,tampak edema: gizi kurang (MEP ringan)
- Berat badan 60-80% baku dengan edema: kwasasiorkor (MEP brat)
- Berat badan <60 baku="" brat="" dengan="" edema:="" marasmik-kwasasiorkor="" p="">- Berat badan <60 :="" baku="" brat="" dari="" edema="" gizi="" kurang="" marasmus="" p="" ringan="" tampak="">Pada keadaan permulaan tidak ditemukan kelainan biokimia,tetapi pada keadaan lanjut akan di dapatkan kadar albumin rendah sedang globulin meninggi.

2.3 KLASIFIKASI KEKURANGAN ENERGI PROTEIN
Menurut Departement Kesehatan RI, 1999:
2.3.1 KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS pada pita warna kuning.
2.3.2 KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak dibawah garis merah (BBM).
2.3.3 KEP berat / gizi buruk bila hasil penimbangan BB / 4 < 60% baku median WHO – NCNS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/ gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat /gizi buruk digunakan table BB / 4 baku median WHO - NCNS.
KEP merupakan keadaan tidak cukupnya asupan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh atau dikenal dengan nama Marasmus dan kwasiorkor. Kwasiorkor disebabkan oleh kekurangan protein, baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas. Sedangkan marasmus disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein.

KWASHIORKOR
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energy dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai. Kekurangan Energi Protein (KEP), dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, dan hyperkeratosis. (Nurarif,A.2015)

MARASMUS
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori – protein yang berat.Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. (Nurarif. 2015; 233).

KWASHIORKOR – MARASMUS
Merupakan suatu KEP yang temuan klinisnya terdapat tanda kwashiorkor dan marasmus, anak mengalami edema, kurus berat, dan berhenti tumbuh. (Wong. 2008; 445).


2.4 ETIOLOGI
Faktor penyebab yang dapat menimbulkan kekurangan energy protein yaitu:
a. Sosial ekonomi yang rendah
b. Sukar atau mahalnya makanan yang baik
c. Kurangnya pengertian orang tua mengenai gizi
d. Kurangnya faktor infeksi pada anak (misal: diare)
e. Kepercayaan dan kebiasaan yang salah terhadap makanan.
f. Tidak makan daging atau telur disaat luka. Nazirudin (1998).
g. ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang
h. Kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis)
i. Penyakit hati yang kronis (Nurarif, A. 2015).
j. Infeksi menahun.


2.5 PATOFISIOLOGI 

2.6 MANIFESTASI KLINIS
2.6.1 KWASHIORKOR
Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama :
1. Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng, dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
2. Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar).
3. Odema
4. Anoreksia dan diare
5. Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek
6. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut
7. Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defisiensi vitamin B kompleks, defisiensi eritropoitin dan kerusakan hati
8. Anak mudah terjangkit infeksi
9. Terjadi defisiensi vitamin dan mineral
10. Perubahan mental (cengeng atau apatis)
11. Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat
12. Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
13. Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
14. Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis
15. Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)
16. Anemia akibat gangguan eritropoesis
17. Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah
18. Pada biopsy hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus
19. Hasil autopsy pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degenerative pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya). (Nurarif, A. 2015).

2.6.2 MARASMUS
1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2. Diare.
3. Mata besar dan dalam.
4. Akral dingin dan tampak sianosis.
5. Wajah seperti orang tua.
6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit jelek..
9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
11. Vena superfisialis tampak lebih jelas.
12. Ubun-ubun besar cekung.
13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
14. Anoreksia.
15. Sering bangun malam. (Nurarif. 2015; 233).

2.6.3 KWASHIORKOR – MARASMUS
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, disertai dengan edema yang tidak mencolok. (Depkes, 2001).


2.7 KOMPLIKASI
2.7.1 KWASHIORKOR
a. Diare
b. Infeksi
c. Anemia
d. Gangguan tumbuh kembang
e. Hipokalemi
f. Hipernatremi

2.7.2 MARASMUS
Komplikasi yang mungkin terjadi defisiensi Vitamin A,infestasi cacing, dermatis tuberkulosis,bronkopneumonia, noma, anemia, gagaltumbuh serta keterlambatan perkembanganmental dan psikomotor.
1. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukanyang kurang atau absorbsi yangterganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, seringterjangkit infeksi enteritis, salmonelosis,infeksi saluran nafas) atau pada penyakithati. Karena Vitamin A larut dalam lemak,masukan lemak yang kurang dapatmenimbulkan gangguan absorbsi.
2. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyaikecenderungan untuk mudahnya terjadiinfeksi khususnya gastroenteritis.Padaanak dengan gizi buruk/kurang giziinvestasi parasit seperti cacing yangjumlahnya meningkat pada anak dengangizi kurang.
3. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali olehbakteri tuberkolosis, anak akanmembentuk “tuberkolosis primer”.Gambaran yang utama adalah pembesarankelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjarhilus), yang terletak dekat bronkus utamadan pembuluh darah.Jika pembesaranmenghebat, penekanan pada bronkusmungkin dapat menyebabkanya tersumbat,sehingga tidak ada udara yang dapatmemasuki bagian paru, yang selanjutnyayang terinfeksi.Pada sebagian besarkasus, biasanya menyembuh danmeninggalkan sedikit kekebalan terhadappenyakit ini.Pada anak dengan keadaanumum dan gizi yang jelek, kelenjar dapatmemecahkan ke dalam bronkus,menyebarkan infeksi dan mengakibatkanpenyakit paru yang luas.
4. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderitakekurangan kalori-protein dengankelemahan otot yang menyeluruh ataumenderita poliomeilisis dan kelemahanotot pernapasan. Anak mungkin tidakdapat batuk dengan baik untukmenghilangkan sumbatan pus.Kenyataanini lebih sering menimbulkan pneumonia,yang mungkin mengenai banyak bagiankecil tersebar di paru (bronkopneumonia).
5. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salahsatu komplikasi kekurangan kalori-proteinberat yang perlu segera ditangani, kerenasifatnya sangat destruktif dan akut.Kerusakan dapat terjadi pada jaringanlunak maupun jaringan tulang sekitarrongga mulut.Gejala yang khas adalahbau busuk yang sangat keras.Lukabermula dengan bintik hitam berbaudiselaput mulut. Pada tahap berikutnyabintik ini akan mendestruksi jaringan lunaksekitarnya dan lebih mendalam. Sehinggadari luar akan terlihat lubang kecil danberbau busuk.


2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.8.1 KWASHIORKOR
a. Pemeriksaan darah : albumin, globulin, protein total, elektrolit serum, biakan darah
b. Pemeriksaan urine : urine lengkap dan kultur urine
c. Uji faal hati
d. EKG
e. X foto paru
f. Konsul THT : adanya otitis media. (Nurarif, A. 2015).

2.8.2 MARASMUS
a. Pemeriksaan Fisik
b. Mengukur TB dan BB
c. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter).
d. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dengan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki – laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
(Nurarif. 2015; 233).


2.9 PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000 : 514 – 517) penatalaksanan marasmus adalah :

2.9.1 Atasi / cegah hipoglikemia
Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <>oC, suhu rektal 35,5oC). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.

2.9.2 Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal <37oc p="">- Segera beri makanan cair/fomula khusus.
- Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.

2.9.3 Atasi/cegah dehidrasi
- Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.

2.9.4 Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.
a. Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.
b. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
c. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
- Berikan setiap hari :
- Tambahkan multivitamin.
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).
- Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.
- Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.
- Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14. Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional). Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional). Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
- Mulai pemberian makan
- Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal.

Penatalaksanaan pada kwashiorkor
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak (bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu diberikan
pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit.

Penatalaksanaan secara umum
a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
b. Pengobatan atau pencegahan hipotermia
c. Pengobatan atau pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan dehidrasi adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan :
a. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap ½ jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan member minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus KEP disebut ReSoMal.
b. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2×. Jika anak tidak dapat minum, lakukan rehidrasi intravena (infuse) RL/glukosa 5% dan NaCl dengan perbandingan 1 : 1.
c. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :
- Kelebihan Natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah
- Defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg)

Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2 minggu. Berikan makanan tanpa diberi garam/rendah garam, untuk rehidrasi, diberikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2× (dengan pe+an 1 liter air) ditambah 4 gr kecil dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral bentuk makanan lumat.
a. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak.Pada semua KEP berat secara rutin diberikan antibiotic spectrum luar.

b. Pemberian makanan, balita KEP berat
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak yang sangat lemah dan kapasitas homeostatic berkurang, pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energy dan protein cukup untuk memenuhi metabolism basal saja, formula khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/medisko ½ yang dilanjutkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun agar dapat mencapai prinsip tersebut dengan persyaratan diet sbb : porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa, energy 100 kkal/kg/hari, protein 1-1,5 gr/kgbb/hari, cairan 130 ml/kg BB/hari (jika ada edema berat 100 ml/kg bb/hari), bila anak mendapat ASI teruskan, dianjurkan memberi formula WHO 75/modifikasi/medisko ½ dengan gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet, pemberian formula WHO 75/modifikasi/medisko ½ atau pengganti dari jadwal pemberian makanan harus sesuai dengan kebutuhan anak.

c. Perhatikan masa tumbuh kejar balita
Fase ini meliputi 2 fase : transisi dan rehabilitasi:
 Fase Transisi (minggu II)
- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan untuk menghindari resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
- Ganti formula khusus awal (energy 75 kal dan protein 0.9-1.0 gr/100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energy 100 kka dan protein 2.9 gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asal kandungan energy dan protein sama.
- Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg bb/kali pemberian (200 ml/kg bb/hari).
 Fase Rehabilitasi (minggu III-VII)
- Formula WHO-F 135/pengganti/medisko 1 ½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering
- Energy : 150-220 kkal/kg bb/hari
- Protein : 4-6 gr/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan formula karena energy dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

d. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral, walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe).Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai naik (pada minggu II).Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
- Tambahan multivitamin lain
-  Bila BB mulai naik berikan zat besi dalm bentuk tablet besi folat/sirup besi
-  Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis tunggal
-  Vitamin A oral 1 kali
-  Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul vit A

e. Berikan stimulasi dan dukungan emosional(Nurarif. 2015).



BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP) PADA ANAK


3.1 PENGKAJIAN

3.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakitdengan keluhan gangguan pertumbuhan(berat badan semakin lama semakin turun),bengkak pada tungkai, diare, konstipasi, dankeluhan lain yang menunjukkan terjadinyagangguan kekurangan gizi.

b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal, dan post natal, hospitalisasi danpembedahan yang pernah dialami, alergi,pola kebiasaan, tumbuh-kembang,imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang,buruk), psikososial, psikoseksual, interaksidan lain-lain. Data fokus yang perlu dikajidalam hal ini adalah riwayat pemenuhankebutuhan nutrisi anak (riwayat kekuranganprotein dan kalori dalam waktu relatif lama).

c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,pendidikan dan pekerjaan anggotakeluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilakuyang dapat mempengaruhi kesehatan,persepsi keluarga tentang penyakit kliendan lain-lain.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda klinis dibawah ini tergantung pada derajat dan durasi malnutrisi dan termasuk observasi indikasi vitamin dan mineraldefesiensi protein/kalori.
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Penurunan otot (temporal, interkostal, gastroknemius, dorsum tangan); ekstremitas kurus, penurunan toleransi aktivitas.

b. Sirkulasi
Tanda : takikardia, bradikardia, Diaforosis, sianosis

c. Eliminasi
Gejala : Diare atau konstipasi; flatulens berkenaan dengan masukan makanan.
Tanda : distensi abdomen/ peningkatan lingkar perut, ansietas, nyeri tekan pada palpasi, feses mungkin lunak, keras, berlemak atau warna seperti tanah liat.

d. Makanan/Cairan
- Gejala : penurunan berat badan 100% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya. Masalah dengan menelan, mengunyah, tersedak atau produksi saliva. Perubahan pada rasa makanan; anoreksia, mual/muntah,bising usus, ketidakadekuatan masukan oral (puasa) selama 7-10 hari, penggunaan jangka panjang dari dektrosa 5% secara intravena.
- Tanda : Berat badan aktual (diukur ) dibandingkan dengan berat badan umum atau sebelum sakit kurang dari 90% dari berat badan ideal untuk tinggi, jenis kelamin dan usia atau sama dengan atau lebih besar dari 120% dari berat badan ideal (pasien beresiko kegemukan adalah kecendrungan untuk mengabaikan kebutuhan protein dan kalori). Penyimpangan berat badan aktual mungkin terjadi karena adanya edema, ansietas, oragnomegali, bulk tumir, anasarka, amputasi, ompong atau gigi yang sakit bila dikatupkan, toroid, pembesaran parotis, bibir kering, pucat kemerahan, bengkak, stomatis sudut bibir, lidah lembut, pucat, kotor, warna kering magenta, merah daging, papila lidah atrofi/bengkak. Gusi bengkak/ berdarah, karies multipel, membran mukosa kering.

e. Neurosensori
Tanda : Latargi, apatis, gelisah, peka terhadap rangsangan, disorientasi, refleks gas menelan mungkin penurunan/ tidak ada misalnya; CVS, taruma kepala, sedera saraf.

f. Pernafasan
Tanda : Peningkatan frekwensi pernafasan, distres pernafasan, dispnea, peningkatan produksi sputum, bunyi nafas, krekels (defesiensi protein akibat perpindahan cairan).

g. Keamanan
Gejala : Adanya program terapi radiasi (enteritis radiasi)
Tanda : Rambut mungkin rapuh, kasar, alopesia, penurunan pigmentasi. Kulit kering, kasar, seperti samak; “dermitosis”flaky paint”; luka basah atau tidak sembuh, luka tekan; ekimosis, petekie perifolikel, kehilangan lemak subkutan. Mata cekung, menonjol, kering dengan konjungtiva pucat; titik Btot (triangular, mengkilat, titik abu-abu pada konjungtiva terlihat defesiensi vitamin A), atau ikterik sklera. Kuku mungkin rapuh, tipis, datar, bentuk seperti sendok.

h. Seksualitas
Gejala : Kehilangan libido, amenorea. (Doengoes, 2000).


3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.2.1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d defisit nutrisi berat.
3.2.2 Kekurangan volume cairan b.d deficit cairan berat
3.2.3 Intoleransi Aktivitas b.d defisiensi kalori
3.2.4 Resiko kerusakan integritas kulit b.d edema
3.2.5 Resiko infeksi b.d daya tahan tubun menurun
3.2.6 Keterlambatan tumbuh kembang b.d gangguan motorik
3.2.7 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya bronkhopneumonia


3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
3.3.1 Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.3.2 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam diharapkan .
3.3.3 Kriteria Hasil : Mendemontrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi
3.3.4 Intervensi dan Rasional:
1. Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energi, kondisi kulit, kuku, rambut, rongga, mulut, keinginan untuk makan/anoreksia.
R/ : Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/ dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan.
R/ :Membuat data dasar, membantu dalam memantau kefektifan aturan terapetik, dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan kecenderungan dalam penurunan/ penambahan berat badan.
3. Dokumentasi masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
R/ : Mengidentifikasikan ketidak seimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan masukan aktual.
4. Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan tehnik relaksasi.
R/ : Mengubah energi/ menurunkan kebutuhan kalori.
5. Pantau gula/ aseton urine atau glukosa tusuk jari perprotokol.
R/ : Kandungan glukosa tinggi dari larutan dapat menimbulkan kelelahan pankreas, memerlukan penggunaan suplemen insulin untuk HHNC.
6. Berikan alat makan bantuan mandiri sesuai dengan indikasi, misalnya pegangan piring, sendok dengan pegangan, cangkir dengan peniup.
R/: Pasien dengan defisit neuromuskular, misalnya : Pasca –CSV, cedera otak, memerlukan penggunaan alat bantu khususnya yang dikembangkan untuk makan.
7. Beri waktu mengunyah, menelan, melembutkan makanan, beri sosialisasi dan bantuan makan sesuai indikasi.
R/ : Pasien perlu dorongan/ bantuan untuk menghadapi masalah dasar seperti anoreksia, kelelahan, kelemahan otot.
8. Rujuk pada tim nutrisi/ ahli diet.
R/ : Membantu dalam identifikasi defisit nutrien dan kebutuhan terhadap intervensi nutrisi parenteral/ enteral.
9. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi misalnya preparat multivitamin.
R/ : Vitamin larut dalam air ditambahkan pada larutan parental. Vitamin lain diberikan untuk defesiensi yang teridentifikasi.


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kekurangan Energi Protein(KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenui angka kecukupan gizi (Depkes RI, 1999).
KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.

4.2 Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita.Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang harus kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur, dengan memperhatikan gizi yang seimbang serta juga memperhatikan lingkungan yang sehat sehingga dapat menunjang kedepannya. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.
Sebagai penyusun, kami merasa bersyukur dan bangga dapat menyelesaikan makalah ini dengan sedemikian rupa, tetapi, makalah ini belumlah sempurna seperti makalah yang sempurna.Oleh karena itu, kami sebagai penyusun memohon kritik dan saran dari para pembaca karena kami sadar tiada hal yang sempurna di muka bumi ini, yang pepatah mengatakan “Tiada gading yang tak retak”, kecuali Allah SWT.



DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia. Sehat2010. Jakarta.
2. Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta: EGC
3. Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:Mediaction
4. Nurarif,A.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC jilid 2.Yogyakarta : Media Action
5. Pudjiadi,Solihin. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Ed ke 4.Jakarta: FKUI
6. Sloane, Ethel.2004.ANATOMI & FISIOLOGI untuk PEMULA.Jakarta:EGC
7. Wong, Donna L.2008.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik , Ed 6, Vol 1.Jakarta EGC
8. Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media Aescullapius.


Semoga bermanfaat ^_^

Jumat, 13 Mei 2016

Makalah Tetralogi of Fallot (TOF)


Makalah Tetralogi of Fallot



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Tetralogi of Fallot adalah suatu penyakit dengan kelainan bawaan yang merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang paling banyak dijumpai. dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Tetralogi of fallot adalah penyakit jantung kongentinal yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada sejak lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis karena terdapat kelainan VSD, stenosispulmonal, hipertrofiventrikel kanan, dan overiding aorta (Nursalam dkk, 2005). Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal. Overiding aorta merupakan keadaan dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan.
Tetralogi of fallot paling banyak ditemukan dimana TOF ini menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium duktus arteriosus, atau lebih kurang 10 % dari seluruh penyakit bawaan, dan merupakan penyebab utama diantara penyakit jantung bawaan sianostik. 95% dari sebagian besar bayi dengan kelainan jantung tetralogi of fallot tidak diketahui, namun berbagai faktor juga turut berperan sebagai penyebabnya seperti pengobatan ibu ketika sedeang hamil, faktor lingkungan setelah lahir, infeksi pada ibu, faktor genetika dan kelainan kromosom.
Insidens tetralogi of fallot di laporkan untuk kebanyakan penelitian dalam rentang 8 – 10 per 1000 kelahiran hidup. Kelainan ini lebih sering muncul pada laki – laki daripada perempuan. Dan secara khusus katup aorta bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia , sehingga stenosis bisa timbul. Hal ini dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan operasi sejak dini. Sehingga deteksi dini penyakit ini pada anak – anak sangat penting dilakukan sebelum komplikasi yang lebih parah terjadi. Oleh karena itu, kami membuat makalah ini agar bermanfaat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya pembaca makalah ini yang membahas kelainan jantung tetralogy of fallot serta asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian TOF
2. Untuk mengetahui penyebab TOF
3. Untuk mengetahui gejala-gejala TOF
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaannya
5. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada TOF



BAB 2
KONSEP DASAR


2.1 DEFINISI

Tetralogi of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat hal yang abnormal meliputi Defek Septum Ventrikel, Stenosis Pulmonal, Overriding Aorta dan Hipertrofi Ventrikel Kanan. (Buku Ajar Kardiologi Anak, 1994).

Tetralogi of Fallot (TOF) adalah merupakan defek jantung yang terjadi secara kongenital dimana secara khusus mempunyai empat kelainan anatomi pada jantungnya. TOF ini adalah merupakan penyebab tersering pada Cyanotik Heart Defect dan juga pada Blue Baby Syndrome.

TOF pertama kali dideskripsikan oleh Niels Stensen pada tahun 1672. tetapi, pada tahun 1888 seorang dokter dari Perancis Etienne Fallot menerangkan secara mendetail akan keempat kelainan anatomi yang timbul pada tetralogi of fallot.

TOF merupakan penyakit jantung bawaan biru (sianotik) yang terdiri dari empat kelainan yaitu :
1.  Defek Septum Ventrikel (lubang pada septum antara ventrikel kiri dan kanan)
Terdapat defek pada septum interventrikuler kanan dan kiri. Karena ukuran VSD ini cukup besar maka tekanan ventrikel kiri dapat sama besar dengan tekanan ventrikel kanan. Karena itu arah pirau bergantung pada perbedaan antara tahanan vascular pulmonal dan tahanan vascular sistemik. Secara klinis, pasien dengan Tetralogi Fallot mengalami hambatan dalam pengosongan ventrikel kanan karena obstruksi pada arteria pulmonale. Adanya defek pada septum ini memungkinkan darah dari ventrikel kanan masuk ke ventrikel kiri dan masuk ke dalam aorta.
2. Stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis)
Yang menyebabkan obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonal. Stenosis ini dapat bervariasi dalam ukuran dan distribusi, kelainan bias terdapat infundubular,valvular,supravalvular,atau kombinasi,yang menyebabkan obstruksi aliran darah ke dalam arteri pulmuner dapat pula terjadi atresia atau hipoplasia. Pada beberapa individu, tingkat berbagai stenosis arteri perifer paru terjadi, yang selanjutnya membatasi aliran darah paru.
Paru atresia menghasilkan tidak ada hubungan antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis utama, dalam hal ini, aliran darah paru dipertahankan baik oleh duktus arteriosus atau sirkulasi kolateral dari pembuluh bronkial.
3. Transposisi / overriding aorta (katup aorta membesar dan bergeser ke kanan sehingga terletak lebih kanan, yaitu di septum interventrikuler).
4.  Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan)
( Pemeriksaan Kesehatan Bayi. 2011)
Gangguan ini merupakan kumpulan 4 defek yang terdiri atas defek septum ventrikular, stenosis pulmoner, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Pada bayi-bayi kondisi membiru (spell) terjadi bila kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode ini biasanya terjadi bila bayi menangis lama, setelah makan, dan mengejan. Bayi-bayi ini lebih menyukai posisi knee chest daripada posisi tegak. Anak-anak tampak sianotis pada bibir dan kuku, keterlambatan tumbuh kembang, bentuk jari gada (clubbing finger), tubuh sering dalam posisi jongkok untuk mengurangi hipoksia.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat. ( buku ajar keperawatan pedriatik, 2005 )


2.2 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER

-  ANATOMI
a. Jantung
Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot yang merupakan jaringan istimewa karena bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tapi cara kerjanya menyerupai otot polos. Bentuk jantung menyerupai jantung pisang. Bagian atasnya tumpul di sebut juga basiskordis, sebelah bawah agak runcing disebut apeks kordis. Letaknya di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya ada di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papila mamae. Ukuran: +/- sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya 250 – 300 gram. Jantung merupakan bagian dari sistem vaskular yang sebagian ahli mengatakan juga kalau jantung merupakan medifikasi dari pembuluh darah besar yang sifat dan fungsinya sangat khusus, memompa dan mengalirkan darah didalam pembuluh darah.. Pada bayi ukurannya relatif lebih besar daripada dewasa. Pada bayi, perbandingan jantung terhadap rongga dada (rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada anak besar sampai dewasa muda mencapai 50%.
Dalam tubuh manusia, jantung terletak sebelah kiri sedikit dari tengah dada, dan di belakang tulang dada (sternum). Ia diselaputi oleh kantung yang dikenali sebagai perikardium dan dikelilingi oleh peparu. Secara purata, jantung orang dewasa memiliki panjang 12 cm, lebar 9 cm dan mempunyai berat sekitar 300-350 g. Ia terdiri dari empat ruang, dua atrium di atas dan dua ventrikel di bawah.

b. Ruang jantung
- Atrium Kanan
Atrium kanan adalah ruang jantung yang menerima darah yang kaya akan karbondioksida dari pembuluh vena cava yaitu vena cava inferior atau posterior dan vena cava superior / vena cava inferior.
- Ventrikel kanan
Ventrikel kanan adalah ruang jantung yang menerima darah yang kaya akan karbondioksida dari atrium dexter melalui Valvula trikuspidalis/katup trikuspidal. Selain itu berfungsi memompa darah ke pulmo melalui valvula pulmonalis dan disalurkan ke pulmo oleh pembuluh arteri pulmonalis sinister.
- Atrium Kiri
Atrium kiri adalah ruang jantung yang menerima darah yang kaya oksigen dari pulmo melalui pembuluh vena pulmonalis sinister dan darah tersebut kemudian disalurkan ke ventrikel sinister melalui valvula bikuspidalis/valvula mitral.

- Ventrikel kiri
Ventrikel kiri adalah ruang jantung yang memerima darah yang kaya oksigen dari atrium sinister melalui valvula mitral dan memompa darah ke seluruh tubuh melalui valvula aorta/valvula semilunaris dan pembuluh nadi besar atau aorta. Ventrikel kiri adalah lebih tebal berbanding kanan. Ini disebabkan kekuatan kontraksi dari ventrikel kiri jauh lebih besar dari yang kanan. Ventrikel kanan hanya perlu mengepam darah ke peparu, jadi ia tidak memerlukan otot dinding yang kuat. Atrium dan ventrikel kanan dengan atrium dan ventrikel kiri di pisahkan oleh dinding otot yang tebal (septum). Ia memisahkan darah yang mengandung oksigen dengan darah yang mengandung karbon dioksida agar tidak tercampur.

c. Katup jantung
Jantung memiliki 2 jenis katup :
1. Katub atrioventrikularis
- Memisahkan atrium dengan ventrikel
a. Katub trikuspidalis terletak antara atrium dan ventrikel kanan yang mempunyai 3 buah daun katub.
b. Katub mitralis atau katub bikuspidalis memisahkan atrium dan ventrikel kiri yang memiliki 2 buah daun katub.
c. Katub semilunaris
- Memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan.
a. Katub aorta terletak antara ventrikel kiri dengan aorta.
b. Katub pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dengan arteria pulmonalis.
d. Lapisan Jantung

- Perikardium
Perikardium terbagi menjadi dua, yaitu :
• Perikardium Viseralis: pembungkus jantung yang melekat pada jaringan jantung
• Perikardium Parietalis: pembungkus jantung yang terletak disebelah luar perikardium parietalis.
- Epikardium
Adalah lapisan luar dinding jantung
1. Miokardium
Miokardium atau otot jantung, bersifat lurik dan involenter, berkosentrasi secara ritmis dan automatis, hanya terdapat pada miokard dan pada dinding pembuluh darah besar yang langsung berhubungan dengan jantung. Dibawah mikroskop cahaya otot jantung terlihat (serat otot jantung) sebagai satu satuan linier yang terdiri atas jumlah sel otot jantung yang terikat ujung ke ujung pada daerah ikatan khusus yang disebut diskus interkalaria.
2. Endokardium
Menutupi seluruh permukaan dalam jantung. Permukaan dilapisi endotel ; dibawah endotel, subendotel terdiri dari lapisan tipis yang mengandung serat elastis dan otot polos. Lapisan subendokardial, lapisan yang menyatu dengan miokardium dibawahnya, terdiri dari jaringan ikat longgar. Lapisan ini banyak mengandung buluh darah, saraf dan cabang system hantar rangsang jantung.
e. Pembuluh darah
Diagram sederhana sistem arteri pada tubuh manusia. Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi dan berfungsi mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Jenis-jenis yang paling penting, arteri dan vena, juga disebut demikian karena mereka membawa darah keluar atau masuk ke jantung. Kerja pembuluh darah membantu jantung tuk mengedarkan sel darah merah atau eritrosit ke seluruh tubuh.dan mengedarkan sarimakanan, oksigen dan membawa keluar karbon dioksida.
- Pembuluh Nadi (Arteri)
Pembuluh nadi atau arteri adalah pembuluh darah berotot yang membawa darah dari jantung.. Tujuannya adalah sistemik tubuh, kecuali a.pulmonalis yang membawa darah menuju paru untuk dibersihkan dan mengikat oksigen. Arteri terbesar yang ada dalam tubuh adalah aorta, yang keluar langsung dari ventrikel kiri jantung
Sistem pembuluh nadi memiliki bagian tekanan yang tinggi pada sistem sirkulasi. Tekanan darah biasanya menunjukkan tekanan pada pembuluh nadi utama. Tekanan pada saat jantung mengembang dan darah masuk ke jantung disebut diastol. Tekanan sistol berarti tekanan darah saat jantung berkontraksi dan daeah keluar jantung.. Tekanan darah ini dapat dikur dengan tensimeter atau sfigmomanometer.
Lapisan terluar disebut tunika adventitia yang tersusun dari jaringan penyambung. Di lapisan selanjutnya terdapat tunika media yang tersusun atas otot polos dan jaringan elastis. Lapisan terdalam adalah tunika intima yang tersusun atas sel endothelial. Darah mengalir di dalam pada lumen.
Terdapat beberapa jenis pembuluh nadi pada tubuh:
• Aorta
Membawa darah yang dipompa oleh ventrikel kiri ke seluruh tubuh. Darah yang dialirkan arteri adalah darah segar kaya oksigen. Aorta kemudian akan bercabang-cabang untuk mendarahi/menghidupi: jantung (a koronarius), otak (a karotis), ekstremitas atas (a subklavia kanan dan kiri), paru (a bronkialis), hepar (a hepatika), ginjal (a renalis), usus dan peritonium ( a mesenterika), vertebra (a vertebralis), ekstremitas bawah (a femoralis), genitourinaria, dan berbagai cabang lainnya.
• Arteria
Arteri merupakan kelanjutan dari aorta yang membawa darah menuju arteriol dan kemudian ke pembuluh kapiler,pada masing masing organ di mana zat nutrisi dan gas ditukarkan
• Arteri pulmonaris
Membawa darah kotor mengandung banyak karbondioksida sehingga warnanya kebiru-biruan dari bilik kanan ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida tersebut akan ditukar dengan oksigen sehingga darah yang kotor menjadi segar kaya oksigen berwarna merah cerah- kembali ke jantung melalu vena pulmonalis menuju atrium kiri, yang kemudian akan masuk ke dalam ventrikel kiri. Jadi arteri pulmonalis ini membawa darah ke paru dalam rangka difusi respirasi, bukan untuk menghidupi paru.
• Arteriole
Arteriol adalah pembuluh nadi terkecil yang berhubungan dengan pembuluh kapiler.
• Pembuluh kapiler
Pembuluh ini bukan pembuluh nadi sesungguhnya. Di sinilah terjadinya pertukaran zat yang menjadi fungsi utama sistem sirkulasi. Pembuluh kapiler adalah pembuluh yang menghubungkan cabang-cabang pembuluh nadi dan cabang-cabang pembuluh balik yang terkecil dengan sel-sel tubuh. Pembuluh nadi dan pembuluh balik itu bercabang-cabang, dan ukuran cabang-cabang pembuluh itu semakin jauh dari jantung semakin kecil. Pembuluh kapiler sangat halus dan berdinding tipis
- Pembuluh Balik (Vena)
Pembuluh balik atau vena adalah pembuluh yang membawa darah menuju jantung. Darahnya banyak mengandung karbon dioksida. Umumnya terletak dekat permukaan tubuh dan tampak kebiru-biruan. Dinding pembuluhnya tipis dan tidak elastis. jika diraba, denyut jantungnya tidak terasa. Pembuluh vena mempunyai katup sepanjang pembuluhnya. Katup ini berfungsi agar darah tetap mengalir satu arah. Dengan adanya katup tersebut, aliran darah tetap mengalir menuju jantung. Jika vena terluka, darah tidak memancar tetapi merembes.
Dari seluruh tubuh, pembuluh darah balik bermuara menjadi satu pembuluh darah balik besar, yang disebut vena cava. Pembuluh darah ini masuk ke jantung melalui serambi kanan. Setelah terjadi pertukaran gas di paru-paru, darah mengalir ke jantung lagi melalui vena paru-paru. Pembuluh vena ini membawa darah yang kaya oksigen. Jadi, darah dalam semua pembuluh vena banyak mengandung karbon dioksida kecuali vena pulmonalis.

- FISIOLOGI

a. Fungsi Jantung
Fungsi jantung adalah sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah untuk menimbulkan gradien tekanan yang diperlukan agar darah dapat mengalir ke jaringan.Jantung memiliki empat ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jantung memiliki empat katup yaitu, Katup Atrioventrikuler (katup trikuspidalis dan mitral) yang berfungsi mencegah pengaliran balik darah dari ventrikel ke atrium selama sistole atau kotraksi dan katup seminularis (katup aorta dan pulmonal) yang berfungsi mencegah aliran balik dari aorta dan arteria pulmonalis ke dalam ventrikel selama diastolik.

b. Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastole (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah. Selama diastole ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan distol. Karena aliran darah masuk secara kontinu dari system vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastole ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlaha-lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus SA mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar keseluruh atrium. Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel, sehingga terjadi peningkatan kurva tekanan atrium. Peningkatan tekanna ventrikel yang menyertai berlangsung bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh penambahan volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. Selam kontraksi atrium, tekanan atrium tetap sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel, sehingga katup AV tetap terbuka.
Diastol ventrikel berakhir pada awal kontraksi ventrikel. Pada saat ini, kontraksi atrium dan pengisian ventrikel telah selesai. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol dikenal sebagai volumej diastolik akhir(end diastilic volume,EDV), yang besarnya sekitar 135 ml. Selama siklus ini tidak ada lagi darah yang ditambahkan ke ventrikel. Dengan demikian, volume diastolik akhir adalah jumlah darah maksimum yang akan dikandung ventrikel selama siklus ini. Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Secara simultan, terjadi kontraksi atrium. Pada saat pengaktifan ventrikel terjadi, kontraksi atrium telah selesai. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan yang terbalik ini mendorong katup AV ini menutup.
Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV telah tertutup,tekanan ventrikel harus terus meningkat sebelum tekanan tersebut dapat melebihi tekanan aorta. Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukakan katup aorta pada saat ventrikel menjadi bilik tetutup. Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel selama waktu ini. Interval waktu ini disebut sebagai kontraksi ventrikel isovolumetrik (isovolumetric berarti volume dan panjang konstan). Karena tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel, volume bilik ventrikel tetap dan panjang serat-serat otot juga tetap. Selama periode kontraksi ventrikel isovolumetrik, tekanan ventrikel terus meningkat karena volume tetap.
Pada saat tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta, katup aorta dipaksa membuka dan darah mulai menyemprot. Kurva tekanan aorta meningkat ketiak darah dipaksa berpindah dari ventrikel ke dalam aorta lebih cepat daripada darah mengalir pembuluh-pembuluh yang lebih kecil. Volume ventrikel berkurangs secara drastis sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar. Sistol ventrikel mencakup periode kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi (penyemprotan) ventrikel.
Ventrikel tidak mengosongkan diri secara sempurna selama penyemprotan. Dallam keadaan normal hanya sekitar separuh dari jumlah darah yang terkandung di dalam ventrikell pada akhir diastol dipompa keluar selama sistol. Jumlah darah yang tersisa di ventrikel pada akhir sistol ketika fase ejeksi usai disebut volume sistolik akhir (end sistolik volume,ESV), yang jumlah besarnya sekitar 65 ml. Ini adalah jumlah darah paling sedikit yang terdapat di dalam ventrikel selama siklus ini.
Jumlah darah yang dipompa keluar dari setiap ventrikel pada setiap kontraksi dikenal sebagai volume /isi sekuncup (stroke volume,SV); SV setara dengan vvolume diastolik akhir dikurangi volume sistolik akhir; dengan kata lain perbedaan antara volume darah di ventrikel sebelum kontraksi dan setelah kontraksi adalah jumlah darah yang disemprotkan selama kontraksi.
Ketika ventrikel mulai berelaksasi karena repolarisasi, tekanan ventrikel turun dibawah tekanan aorta dan katup aorta menutup. Penutupan katup aorta menimbulkan gangguan atau takik pada kurva tekanan aorta yang dikenal sebagai takik dikrotik (dikrotik notch). Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta telah tertutup. Namun katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari daripada tekanan atrium. Dengan demikian semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang disebut relaksasi ventrikel isovolumetrik. Panjang serat otot dan volume bilik tidak berubah. Tidak ada darah yang masuk atau keluar seiring dengan relaksasi ventrikel dan tekanan terus turun. Ketika tekanan ventrikel turun dibawah tekanan atrium, katup AV membuka dan pengisian ventrikel terjadi kembali. Diastol ventrikel mencakup periode ralaksasi isovolumetrik dan fase pengisian ventrikel.
Repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi secara bersamaan, sehingga atrium berada dalam diastol sepanjang sistol ventrikel. Darah terus mengalir dari vena pulmonalis ke dalam atrium kiri. Karena darah yeng masuk ini terkumpul dalam atrium, tekanan atrium terus meningkat. Ketika katup AV terbuka pada akhir sisitl ventrikel, darah yang terkumpul di atrium selama sistol ventrikel dengan cepat mengalir ke ventrikel. Dengan demikian, mula-mula pengisian ventrikel berlangsung cepat karena peningkatan tekanan atrium akibat penimbunan darah di atrium. Kemudian pengisian ventrikel melambat karena darah yang tertimbun tersebut telah disalurkan ke ventrikel, dan tekanan atrium mulai turun. Selama periode penurunan pengisian ini, darah terus mengalir dari vena-vena pulmonalis ke dalam atrium kiri dan melalui katup AV yang terbuka ke dalam ventrikel kiri. Selama diastol ventrikel tahap akhir, sewaktu pengisian ventrikel berlangsung lambat, nodus SA kembali mengeluarkan potensial aksi dan siklus jantung dimulai kembali.

c. Sistem Peredaran Darah
Peredaran darah manusia merupakan peredaran darah tertutup karena darah yang dialirkan dari dan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan darah mengalir melewati jantung sebanyak dua kali sehingga disebut sebagai peredaran darah ganda yang terdiri dari
• Peredaran Darah Besar (Sirkulasi Sistemik)
Darah meninggalkan ventrikel kiri jantung melalui aorta,yaitu arteri terbesar dalam tubuh. Aorta ini bercabang menjadi arteri lebih kecil yang menghantarkan darah ke berbagai bagian tubuh. Arteri –arteri ini bercabang dan beranting lebih kecil lagi hingga sampai pada arteriola. Arteri-arteri ini mempunyai dinding yang sangat berotot yang menyempitkan salurannya dan menahan aliran darah. Fungsinya adalah mempertahankan tekanan darah arteri dan dengan jalan mengubah-ubah ukuran saluran mengatur aliran darah dalam kapiler. Dinding kapiler sangat tipis sehingga dapat berlangsung pertukaran zat antara plasma dan jaringan interstisiil. Kemudian kepiler-kapiler ini bergabung dan membentuk pembuluh lebih besar yang disebut venula, yang kemudian juga bersatu menjadi vena, untuk menghantarkan darah kembali ke jantung. Semua vena bersatu dan bersatu lagi hingga terbentuk dua batang vena, yaitu vena kava inferior yang mengumpulkan darah dari badan dan anggota gerak bawah, dan vena kava superior yang mengumpulkan darah dari kepala dan anggota gerak atas. Kedua pembuluh darah ini menuangkan isinya ke dalam atrium kanan jantung.
• Peredaran Darah Kecil (Sirkulasi Pulmonal)
Darah dari vena kemudian masuk ke dalam ventrikel kanan yang berkontraksi dan mempompanya ke dalam arteri pulmonalis. Arteri ini bercabang dua untuk mengantarkan darahnya ke paru-paru kanan dan kiri. Darah tidak sukar memasuki pembuluh pembuluh darah mengaliri paru-paru. Di dalam paru-paru setiap arteri membelah menjadi arteriola dan akhirnya menjadi kapiler pulmonal yang mengitari alveoli di dalam jaringan paru-paru untuk memungut oksigen dan melepaskan karbon dioksida.
Kemudian kapiler pulmonal bergabung menjadi vena dan darah dikembalikan ke jantung oleh empat vena pulmonalis. Dan darahnya dituangkan ke dalam atrium kiri. Darah ini kemudian mengalir masuk ke dalam venikel kiri. Ventrikel ini berkontraksi dan darah di pompa masuk ke dalam aorta.

d. Sistem Portal
Darah dari lambung, usus, pankreas, dan limpa dikumpulkan vena porta (pembuluh gerbang). Di dalam hati vena ini membelah diri ke dalam sistem kapiler kemudian bersatu dengan kapiler-kapiler arteria hepatika. Arteri ini menghantaran darah dari aorta ke hati dan menjelajahi seluruh organ ini. Persediaan darah ganda ini dikumpulkan sebuah sistem vena yang bersatu membentuk vena hepatika. Vena ini menghantarkan darahnya ke vena kava inferior kemudian ke jantung. Bendungan (obstruksi) portal dapat terjadi bila satu atau beberapa cabang vena portal terbendung, misalnya karena ada cedera parah pada hati atau dalam beberapa keadaan pada peradangan hepar.

e. Bunyi jantung
Bunyi jantung ada 4: I, II, III, dan IV. Akan tetapi, yang bisa di dengar hanya bunyi I dan II.
- Bunyi jantung I. Merupakan bunyi ketika awal sistolik dan berbunyi “lub”. Frekuensi suaranya 40-50 Hz.
- Bunyi jantung II. Merupakan bunyi jantung ketika akhir sistolik dan berbunyi “dub”. Frekuensi suaranya lebih besar, yaitu 40-500 Hz.
- Bunyi jantung III. Merupakan bunyi jantung ketika pertengahan diastol. Frekuensi <20 bisa="" didengar.="" hz="" p="" tidak="">- Bunyi jantung IV. Bunyi Jantung ketika atrium berkontraksi. Frekuensi 20 Hz.


2.3 ETIOLOGI

Pada sebagian kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti, akan tetapi diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor- faktor tersebut antara lain:

a. Faktor endogen :
• Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
• Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
• Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.

b. Faktor eksogen
• Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidomide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)
• Selama hamil ,ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus lainnya.
• Pajanan terhadap sinar-X
• Gizi yang buruk selama hamil
• Ibu yang alkoholikUsia ibu di atas 40 tahun.
(Ilmu Kesehatan Anak, 1999)

Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah multi faktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan, pembentukan jantung janin sudah selesai.
TOF lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita Syndroma Down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak napas. Mungkin gejala sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik karena menyusu atau menangis.


2.4 MANIFESTASI KLINIK

Gejala bisa berupa :
a. Sianosis (Sianosis terutama pada bibir dan kuku)
Sianosis muncul setelah berusia beberapa bulan, jarang tampak pada saat lahir, bertambah berat secara progesif. Serangan sianotik atau “Blue Speels(Tet speels)” yang ditandai oleh dyspnea; pernapasan yang dalam dan menarik napas panjang,bradikardia,keluhan ingin pingsan,serangan kejang,dan kehilangan kesadaran,yang semua ini dapat terjadi setelah pasien melakukan latihan,menangis,mengejan,mengalami infeksi,atau demam (keadaan ini dapat terjadi karena penurunan oksigen pada otak akibat peningkatan pemintasan atau shunting aliran darah dari kanan ke kiri yang mungkin disebabkan oleh spasme jalur keluar ventrikel kanan,peningkatan aliran balik sistemik atau penurunan resistensi arterial sistemik ). Sianosis yang merupakan tanda utama tetralogi fallot; sianosis terjadi karena shunt dari kiri ke kanan.

b. Serangan hipersianotik
- Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
- Sianosis akut
- Iritabilitas sistem saraf pusat yang dapat berkembang sampai lemah dan pingsan dan akhirnyan menimbulkan kejang, strok dan kematian ( terjadi pada 35% kasus).

c. Jari tabuh (Clubbing)
Penurunan toleransi terhadap pelatihan, peningkatan gejala dyspnea d’effort, retardasi pertumbuhan dan kesulitan makan pada anak-anak yang lebih besar sebagai akibat oksigenasi yang buruk.

d. Pada awalnya tekanan darah normal-dapat meningkat setelah beberapa tahun mengalami sianosis dan polisitemia berat.

e. Posisi jongkok klasik-mengurangi aliran balik vena dari ekstremitas bawah dan meningkatkan aliran darah pulmoner dan oksigenasi arteri sistemik.

f. Gagal tumbuh
Pada anak dengan kelainan jantung yang kecil atau ringan tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Tetapi pada PJB yang tipe biru, risiko untuk terjadi gagal tumbuh jauh lebih tinggi. Ada tiga sebab yaitu:
1. Asupan kalori yang tidak adekuat
2. Gangguan pencernaan makanan (malabsorpsi)
3. Pengaruh hormon pertumbuhan

g. Anemia-menyebabkan perburukan gejala
- Penurunan toleransi terhadap latihan
- Peningkatan dispnea
- Peningkatan frekuensi hiperpnea paroksismal

h. Asidosis (asidosis metabolik sebagain akibat hipoksia hebat)
i. Murmur (sistolik dan kontinu)
j. Klik ejeksi setelah bunyi jantung pertama
k. Bising sistolik yang keras da terdengar paling jelas di sepanjang tepi kiri stemum, yang dapat mengurangi atau menyamarkan komponen pulmonary pada bunyi S2
l. Bising kontinu dari duktus arteri osus pada pasien paten duktus arteriosus yang lebar; bising ini dapat menyamarkan bising sistolik
m. Bunyi thrill pada tepi kiri sternum akibat aliran darah yang abnormal melalui jantung
n. Impuls ventrikel kanan yang nyata dan sternum pars inferior yang menonjol; kedua gejala ini berkaitan dengan hipertrofi ventrikel kanan.
( Buku ajar patofisiologi,2011 )

Serangan sianosis dan hipoksia atau yang disebut “blue spell” terjadi ketika kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode biasanya terjadi bila anak melakukan aktivitas (misalnya menangis, setelah makan atau mengedan).
(Buku ajar Keperawatan Kardiovaskuler, 2001).


2.5 PATOFISIOLOGI

Proses pembentukan jantung pada janin mulai terjadi pada hari ke-18 usia kehamilan. Pada minggu ke-3 jantung hanya berbentuk tabung yang disebut fase tubing. Mulai akhir minggu ke-3 sampai minggu ke-4 usia kehamilan, terjadi fase looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan penyekatan ruang-ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri pulmonalis. Pada minggu ke-5 sampai ke-8 pembagian dan penyekatan hampir sempurna. Akan tetapi, proses pembentukan dan perkembangan jantung dapat terganggu jika selama masa kehamilan terdapat faktor-faktor resiko.
Kesalahan dalam pembagian Trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada arteri pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan lahir dengan kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis pulmonal infundibuler atau valvular, dekstro posisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibuler, pada 10%-25% kasus kombinasi infundibuler dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya adalah stenosis pulmonal perifer.
Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang normal, overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke arah anterior mengarah ke septum. Klasifikasi overriding menurut Kjellberg: (1) tidak terdapat overriding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang ventrikel kiri, (2) Pada overriding 25% sumbu aorta asenden ke arah ventrikel sehingga lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan, (3) Pada overridng 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan, (4) Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan venrikel kanan. Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri.(Ilmu Kesehatan anak, 1999).

Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka :
a. Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri, sehingga terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan belum teroksigenasi.
b. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
c. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan tetapi apabila tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka darah akan mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri (right to left shunt).
d. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran (hipertrofi ventrikel kanan).

Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis. (Ilmu Kesehatan anak, 1999).
Tetralogi fallot di klasifikasikan sebagai kelainan jantung sianotik oleh karena pada tetralogi falot oksigenasi darah yang tidak adekuat di pompa ke tubuh.
Pada saat lahir, bayi tidak menunjukkan tanda sianosis, tetapi kemudian dapat berkembang menjadi episode menakutkan, tiba-tiba kulit membiru setelah menangis atau setelah pemberian makan. Defek septum ventrikel ini menuju ventrikel kiri.
Pada Tetralogi fallot jumlah darah yang menuju paru kurang oleh karena obstruksi akibat stenosis pulmonal dan ukuran arteri pulmonalis lebih kecil. Hal ini menyebabkan pengurangan aliran darah yang melewati katup pulmonal. Darah yang kekurangan O2 sebagian mengalir ke ventrikel kiri, diteruskan ke aorta kemudian ke seluruh tubuh.
Shunting darah miskin O2 dari Ventrikel Kanan ke tubuh menyebabkan penurunan saturasi O2 arterial sehingga bayi tampak sianosis atau biru. Sianosis terjadi oleh karena darah miskin O2 tampak lebih gelap dan berwarna biru sehingga menyebabkan bibir dan kulit tampak biru. Apabila penurunan mendadak jumlah darah yang menuju paru pada beberapa bayi dan anak mengalami cyanotic spells atau disebut juga paroxysmal hypolemic spell, paroxymal dyspnoe, bayi atau anak menjadi sangat biru, bernapas dengan
cepat dan kemungkinan bisa meninggal. Selanjutnya, akibat beban pemompaan Ventrikel kanan bertambah untuk melawan stenosis pulmonal, menyebabkan ventrikel kanan membesar dan menebal (hipertrofi ventrikel kanan
Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum berat, menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF mengalami hipoksia spell yang ditandai dengan : sianosis (pasien menjadi biru), mengalami kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien menjadi kejang bahkan pingsan.
Keadaan ini merupakan keadaan emergensi yang harus ditangani segera, misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu memberikan posisi lutut ke dada (knee chest position).
Defek septum ventrikular rata-rata besar. Pada pasien dengan tetralogy of fallot, diameter aortanya lebih besdar dan norma, sedang ateri pulomernya lebih kecil dan normal. Gagal jantung kongestif jarang terjadi karena tekanan di dalam ventrikel kiri dan kanan sama besar akibat defek septum tersebut. Masalah utama dari gangguan ini adalah hipoksia. Derajad sianosis berhubungan dengan beratnya obtruksi anatomik terhadap aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam arteri pulmoner selain dengan status fisiologik anak tersebut. ( buku ajar keperawatan pedriatik, 2005 )


2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65%. nilai AGD menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan pH.

b. Radiologis
Sinar-X pada thoraks didapat gambaran penurunan aliran darah pulmonal, gambaran penurunan aliran darah pulmonal, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu boot (boot shape). Tidak ada bukti-bukti pembesaran jantung.
Cardio thoracic ratio pasien tetralogi fallot biasanya normal atau sedikit membesar. Akibat terjadinya pembesaran ventrikel kanan dengan konus pulmonalis yang hilang, maka tampak apeks jantung terangkat sehingga tampak seperti sepatu kayu (coer en sabot). Pada 25% kasus arkus aorta terletak di kanan yang seharusnya di kiri, dapat berakibat terjadinya suatu tarik bayangan trakeobronkial berisi udara di sebelah kiri, yang terdapat pada pandangan antero-posterior atau dapat dipastikan oleh pergeseran esofagusyang berisi barium ke kiri Corakan vascular paru berkurang dan lapangan paru relatif bersih, mungkin disebabkan oleh aliran darah paru paru yang berkurang dan merupakan suatu tanda diagnostik yang penting. Bila terdapat kolateral yang banyak mungkin corakan vascular paru tampak normal, atau bahkan bertambah. Pada proyeksi lateral, ruangan depan yang bersih atau kosong dapat atau tidak dipenuhi oleh ventrikel kanan yang hipertrofi.

c. Elektrokardiogram
- Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
- Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan, kadang terdapat juga hipertrofi atrium kanan.
- Pada anak yang sudah besar dijumpai P pulmonal
- Menunjukkan hipertrofi vebtrikel kanan-kiri, ataupun keduanya.

d. Ekokardiogram
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke paru-paru. Mendeteksi defek septum, posisi aorta dan stenosis pulmoner

e. Kateterisasi jantung
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui Defek Septum Ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronaria dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah. Peningkatan tekanan sistemik dalam ventrikel kanan, penurunan tekanan arteri pulmoner dengan penurunan saturasi hemoglobin arteri.
Kateterisasi jantung dan angiokardiografi merupakan metode pemeriksaan utama untuk menerangkan abnormalitas anatomis tersebut dan untuk menyingkirkan cacat lainnya, yang menyerupai gambaran suatu tetralogi falot, terutama ventrikel kanan dengan saluran keluar ganda disertai stenosis pulmonal serta tranposisi arteri dengan stenosis pulmonal. Kateterisasi jantung akan mengungkapkan hipertensi sistolik dalam ventrikel kanan yang sama besarnya dengan tekanan darah sistemik disertai penurunan tekanan yang mencolok ketika kateter tersebut memasuki ruangan infundibulum atau arteri pulmonalis. Tekanan darah rata rata dalam arteri pulmonal biasanya sebesar 5-10 mmHg, tekanan darah di dalam atrium biasanya normal. Aorta mungkin dengan mudah dapat dimasuki dari bilik kanan melalui cacar septum ventrikel tersebut. Tingkat kejenuhan oksigen arteri tergantung atas pintasan dari kanan ke kiri; pada waktu istirahat besarnya 75-85%. Contoh contoh darah dari kedua pembuluh vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis seringkali mengandung kadar oksigen yang sama, sehingga memberikan indikasi mengenai tidak adanya pintasan dari kiri ke kanan dapat diperlihatkan pada tingkat ventrikel. Angiografi dan atau kurva pengenceran indikator dapat melokalisasikan tempat pintasan dari kanan ke kiri atau yang berarah ganda pada tingkat ventrikel tersebut.

f. Hematokrit atau hemoglobin memantau viskositas darah dan mendeteksi adanya anemia defisiensi besi.
( buku ajar keperawatan pedriatik, 2005 )


2.7 PENATALAKSANAAN

Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
a. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis. Selain itu untuk mengurangi aliran darah balik ke jantung (venous).

b. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula diberi Diazepam (Stesolid) per rektal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.

c. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu tepat karena permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian :
- Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dngan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanyadiberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
- Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penanganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.

Tindakan operasi dianjurkan untuk semua pasien TOF. Tindakan operasi yang dilakukan, yaitu :
a. Aastomosis Blalock-Taussig Shunt (BT-Shunt)
Yaitu merupakan posedur shunt yang dianastomosis sisi sama sisi dari arteri subklavia ke arteri pulmonal. Anastomose sub clavia pulmoner dari Blalock – Taussig adalah intervensi palliative yang umumnya dianjurkan bagi anak yang tidak sesuai bedah korektif. Arteri subklavia yang berhadapan dengan sisi lengkung aorta diikat,dibelah dan dianastomosekan ke arteria pulmoner kolateral. Keuntungan pirau ini adalah kemampuannya membuat pirau yang sangat kecil,yang tumbuh bersama anak dan kenyataannya mudah mengangkatnya selama perbaikan definitive.Anastomosis Blalock- Taussig yang dimodifikasi pada dasarnya sama , namun memakai bahan prostetik,umumnya politetrafluoroetilen. Dengan pirau ini ukurannya dapat lebih dikendalikan, dan lebih mudah diangkat karena kebanyakan seluruh perbaikan tuntas dilakukan pada saat anak masih sangat muda. Konsekuensi hemodinamik dari pirau Blalockn- Taussig adalah untuk memungkinkan darah sistemik memasuki sirkulasi pulmoner melalui arteria subklavia, sehingga meningkatkan aliran darah pulmoner dengan tekanan rendah, sehingga menghindari kongesti paru. Aliran darah ini memungkinkan stabilisasi status jantung dan paru sampai anak itu cukup besar untuk menghadapi pembedahan korektif dengan aman. Sirkulasi kolateral akan muncul untuk menjamin aliran darah arterial yang memadai ke lengan,meskipun tekanan darah tidak dapat diukur pada lengan itu.

b. Anastomosis Waterston-cooly
Adalah prosedur paliatif yang digunakan untuk bayi dengan defek yang menurunkan aliran darah paru, seperti tetralogi fallot (TF). Prosedur ini merupakan prosedur jantung tertutup, yaitu aorta desendens posterior secara langsung di jahit pada bagian anteroir arteri pulmoner kanan, membentuk sebuah fistula. Walaupun pirau ini sulit di angkat selama perbaikan defrinitif, prau ini pada umumnya telah menggantikan cara anastomosis Potts-Smith-Gibson, atau potts, yang merupakan pirau sisi ke sisi antara aorta desendens dan arteri pulmoner kiri, karena secara teknis paling mudah di lakukan. Pada tipe ini ahli bedah harus hati-hati untuk menentukan ukuran anastomosis yang dibuat antara bagian aorta asending dengan bagian anterior arteri pulmonal kanan. Jika anastomosis terlalu kecil maka akan mengakibatkan hipoksia berat. Jika anastomosis terlalu besar akan terjadi pletora dan edema pulmonal.
Respons hemodinamik yang di harapkan adalah agar darah dari aorta mengalir ke dalam arteri pulmoner dan dengan demikian meningkatkan aliran darah pulmoner. Prosedur ini akan mengurabgi terjadinya anoksia, sianosis, dan jari tabuh. Dalam prosedur ini di hasilkan murmur yang mirip dengan bunyi mesin.

c. Total Korektif
terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan reseksi infundibulum yang mengalami hipertrofi.
d. Perbaikan Definitif
Dulu perbaikan tyuntas tetralogi fallot di tunda penatalaksanaanya sampai anak-anak masuk usia pra-sekolah, tapi sekarang perbaikan tersebut dapat dengan aman dikerjakan pada anak-anak berusia 1 dan 2 tahun. Indikasi pembedahan pada usia yang sangat muda ini adalah polisitemiaberat (hematokrit di atas 60%). Hipersianosis, hipoksia, dan penurunan kualitas hidup. Pada pembedahan tersebut di buat insisi sternotomi median, dan bypass kardiopulmoner, dengan hipotermia profunda pada beberapa bayi. Jika sebelumnya sudah terpasang pirau, pirau tersebut harus di angkat. Kecuali perbaikan ini tidak dapat dilakukan melalui atrium kanan, hendaknya di hindariventrikulotomi kanan karena berpotensi mengganggu fungsi ventrikel. Obstruksialiran keluar dari ventrikel kanan di hilangkan dan di lebarkan menggunakan Dacron dengan dukungan pertikard. Hindari isufisiensi paru, katub pulmoner di insisi. Defek septum ventrikuli di tutup dengan tambalan Dacron untuk melengkapi pembedahan. Pada kasusu obstruksi saluran keluar ventrikel kanan, dapat di pasng sebuah pipa.
( buku ajar keperawatan pedriatik, 2005 )

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan :
a. Antibiotik
Pemilihan jenisnya tergantung dari hasil krultur dan uji sensitivitas. Kadang-kadang digunakan untuk profilaksis.
b. Diuretk (misalnya: furosemid (lasix))
Digunakan untuk meningkatkan diuresisi, menurangi kelebihan cairan, digunkan selama pengobatan edema yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif.
c. Digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung, isi sekuncup, dan curah jantung serta menurunkan tekanan vena jantung. Digunakan untuk mengobati gagal jantung kongesti dan aritmia jantung tertentu ( jarang diberi sebelum koreksi, kecuali jika pirau terlalu besar)
d. Besi
Untuk mengatasi anemia
e. Propanolol (inderal), sebuah beta boker
Menurunkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi serta iritabilitas miokard, dipakai untuk mencegah atau mengobati serangan hipersianosis.
f. Morfin ( sebuah analgesik)
Meningkatkan ambang rasa sakit, juga digunakan untuk mengobati serangan hipersianosis dengan menghambat pusat pernafasan dan refleks batuk.
g. NaHCO_3
Sebuah pengalkali sistemik kuat-dipakai untuk mengobati asidosis dengan mengganti ion bikarbonat dan memulihkan kapasitas buffer tubuh.
( buku ajar keperawatan pedriatik, 2005 )


2.8 PENCEGAHAN

Langkah pencegahan untuk penyakit jantung kongenital ini sebenarnya tidak diketahui tetapi langkah untukk berjaga-jaga bisa diambil untuk mengurangi risiko mendapat bayi yang mengidap masalah jantung, yaitu: 8, 9, 10 Sebelum mengandung seseorang wanita itu perlu memastikan ia telah mendapatkan imunisasi rubella.
Jangan merokok, minum alkohol, dan menyalahgunakan obat-obatan. Ibu-ibu yang mengalami penyakit kronik seperti Diabetes, Fenilketonuria (PKU), epilepsi dan kecacatan jantung perlu mengunjungi dokter sebelum hamil.
Persatuan Jantung Amerika (AHA) mencadangkan pemberian antibiotik pencegahan (prophylaxis) kepada anak-anak yang menghidap endokarditis bakterialis apabila mereka menjalani: 9, 10 Pembedahan tonsil dan adenoid. Pembedahan gastrointestinal, saluran reproduksi dan saluran kemih. Ampicillin 50mg/kg (maksimal 2 g) bersama gentamicin 2 mg (maksimal 80 mg) diberi 30 menit sebelum dilakukan prosedur berkenaan. Dan hendaknya diulang 6 jam kemudian bagi kedua obat tersebut. Obat ulangan itu boleh diganti dengan Amoxicillin 25 mg (maksimal 1.5 g) bagi penderita dengan resiko rendah.


2.9 KOMPLIKASI

a. Komplikasi dari gangguan ini antara lain :
- Penyakit vaskuler pulmonel : Deformitas arteri pulmoner kanan
b. Komplikasi berikut dapat terjadi setelah anastomosis Blalock-Taussing:
- Perdarahan hebat terutama pada anak dengan polistemia
- Emboli atau thrombosis serebri, resiko lebih tinggi pada polisistemia, anemia, atau sepsis
- Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalau besar
- Oklusi dini pada pirau
- Hemotoraks
- Sianosis persisten
- Efusi pleura
- Pirau kanan-ke-kiri persisten pada tingkat atrium, terutrama pada bayi.
- Kerusakan nervus frenikus
( buku ajar keperawatan pedriatik, 2005 )



BAB 3
PEMBAHASAN


3.1 PENGKAJIAN

a. Keluhan utama / keadaan saat ini
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah tumbuh.

b. Riwayat Penyakit keluarga :
Penyakit genetic yang ada dalam keluarga misalnya down syndrome.Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan Riwayat sakit keluarga: penyakit jantung, kelainan bawaan,DM,Hypertensi

c.Riwayat kehamilan
Usia ibu saat hamil diatas 40 tahun. Program KB hormonal, riwayat mengkonsumsi obat – obat (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu) Penyakit infeksi yang diderita ibu : rubella ( campak Jerman ) atau infeksi virus lainnya Pajanan terhadap radiasi selama kehamilan,Ibu yang alkoholik, Gizi ang buruk selama kehamilan. Pajanan yang terjadi sebelum akhir bulan ke dua atau minggu ke 8 karena pembentukan jantung berlangsung sampai dengan minggu ke dua.
Ditanyakan apakah ada faktor endogen dan eksogen.
- Faktor Endogen
1. Berbagai jenis penyakit genetik : Kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan

- Faktor eksogen : Riwayat kehamilan ibu
1. Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin, jamu)
2. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella
3. Pajanan terhadap sinar –X

d. Riwayat Tumbuh:
- Pertumbuhan berat badan
- Kesesuaian berat badan dengan usia
-Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit

e. Riwayat perkembangan / psikososial
- Kemampuan psikososial
- Kesesuaian kemampuan psikososial dengan usia
- Kelainan tumbang yang menyertai
- Mekanisme koping anak / keluarga
- Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
- Perubahan status kesadaran dan sirkulasi:
- Riwayat kejang,pingsan, sianosisPola aktifitas
- Toleransi terhadap aktifitas misalnya menangis, makan, mengejan
- Posisi tubuh setelah aktifitas : kneechest, sguanting
- Adakah kelelehan saat menyusu
- Pemenuhan kebutuhan nutrisi
- Kemampuan makan / minum
- Apakah bayi mengalami kesulitan untuk menyusu
- Hambatan pemenuhan kebutuhan nutrisi
- Tingkat pengetahuan anak dan keluarga
- Pemahaman tentang diagnose
- Pengetahuan dan penerimaan terhadap prognosis
- Regimen pengobatan dan perawatan
- Rencana perawatan di rumah
- Rencana pengobatatan dan perawatan lanjutan

f. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda Vital
- Suhu
- Nadi
- Tekanan darah
- Pernafasan

2. Akivitas dan istirahat
Gejala : Malaise, keterbatasan aktivitas/ istirahat karena kondisinya.
Tanda : Ataksia, lemas, masalah berjalan, kelemahan umum, keterbatasan dalam rentang gerak.

3. Sirkulasi
Gejala : Takikardi, disritmia
Tanda : Adanya Clubbing finger setelah 6 bulan, sianosis pada membran mukosa, gigi sianotik

4. Eliminasi
Tanda : Adanya inkontinensia dan atau retensi.

5. Makanan/ cairan
Tanda : Kehilangan nafsu makan,kesulitan menelan, sulit menetek
Gejala : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering

6. Hiegiene
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.

7. Neurosensori
Tanda : Kejang, kaku kuduk.
Gejala : Tingkat kesadaran letargi hingga koma bahkan kematian,

8. Nyeri/ keamanan
Tanda : Sakit kepala berdenyut hebat pada frontal, leher kaku
Gejala : Tampak terus terjaga, gelisah, menangis/ mengaduh/mengeluh.

9. Pernafasan
Tanda : Auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi
Gejala : Dyspnea, napas cepat dan dalam

10. Nyeri/ keamanan
Tanda : Sianosis, pusing, kejang
Gejala : Suhu meningkat, menggigil, kelemahan secara umum,


Pemeriksaan Fisik ( head to toe )
- Adanya Sianosis terutama pada bibir dan kuku, dapat terjadi sianosi menetap ( morbus sereleus )
- Pada awalnya BBL belum ditemukan sianotik , bayi tampak biru setelah tumbuh
- Berat badan bayi tidak bertambah
- Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan
- Auscultasi didapatkan murmur pada batas kiri sternum tengah sampai bawah
- Dispnea de’effort dan kadang disertai kejang periodic (spells) atau pingsan
- Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung lambat
- Serangan sianosis mendadak ( blue spells / cyanotic spells , paroxysmal hyperpnea , hypoxia spells ) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam, lemas, kejang, sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
- Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
- Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.
- Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
- Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
- Ginggiva hipertrofi,gigi sianotik
- Setelah melakukan aktifitas, anak selalu jongkok ( squanting ) untuk mengurangi hipoksi dengan posisi knee chest

g. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium :Peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah
- Radiologis :Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu
- Elektrokardiogram ( EKG) : Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
-Ekokardiografi : Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
-Katerisasi jantung : ditemukan adanya defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer
- Gas darah : adanya penurunan saturasi oksigen dan penurunan PaO2
- Nilai gas darah arteri : PH turun, PO2 turun,PCO2 naik
- Haemoglobin atau hematokrit : memantau viskositas darah dan mendeteksi adanya anemia defisiensi besi
- Jumlah trombosit : menurun


3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hyperventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelainan jantung : tetralogi of Fallot
4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler
5. Risiko cidera
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan fatiq selama makan,peningkatan kebutuhan kalori dan penurunan nafsu makan
7. Intoleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
8. Kurang pengetahuan keluarga ttg diagnostic,prognosa,perawatan dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif ,kesahan dalam memahami informasi yang ada,kurang pengalaman.
9. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kelainan congenital : tetralogi of fallot 


3.3 INTERVENSI

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hyperventilasi
NIC
Menunjukkan pola pernafasan efektif dibuktikan oleh:
- Status pernafasan : kepatenan jalan nafas: jalur nafas trakeobronchial bersih dan terbuka untuk pertukaran gas
- Status tanda vital : dalam rentang normal
NOC
a. Pemantauan Pernafasan:
- Pantau adanya pucat dan sianosis
- Pantau kecepatan , irama , kedalaman dan upaya pernafasan
- Perhatikan pergerakan dada,amati kesimetrisan,penggunaan otot – otot bantu serta retraksi otot supraklavikular dan interkosta
- Pantau pernafasan yang berbunyi seperti : snoring,crowing,wheezing atau gurgling
- Pantau pola pernafasan : takipnea, bradipnea,hyperventilasi,pernafasan kussmaul, pernafasan biot , pernafasan Cheyne-Stokes,dan apnea
- Perhatikan lokasi trakea
- Auscultasi suara nafas, perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi dan adanya suara nafas tambahan
- Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas dan lapar udara
- Catat perubahan SaO2, akhir tidal , dan nilai GDA
b. Pemantauan tanda vital
Pantau tanda vital : tekanan darah, nadi penafasan dan suhu
c. Informasikan pada keluarga untuk tidak merokok di ruangan
- Anjurkan keluarga untuk memberitahu perawat saat terjadi ketidakefektifan pola nafas
- Kolaborasi pemberian oksigen dan obat
- Tenangkan pasien selama periode gawat nafas
- Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur,untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan perasaan kendali
- Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan penafasan

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi
NIC:
Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh status pernafasan : pertukaran gas tidak terganggu,dengan indicator sebagai berikut: status mental ( missal : tingkat kesadaran,gelisah,konfusi ),kadar PaO2,PaCO2,Ph, dan saturasi O2 dalam rentang toleransi.
NOC:
a. Pemantauan pernafasan
- Kaji suara paru,frekuensi dan kedalaman pernafasan
- Pantau saturasi O2 dengan oksimetri nadi
- Pantau hasil gas darah
- Pantau status mental ( missal : tingkat kesadaran,gelisah,konfusi )
- Tingkatkan pemantauan pada saat pasien mengalami penurunan kesadaran
- Observasi terhadap peningkatan sianosis
- Auscultasi suara nafas,tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
- Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan
b. Pemantauan tanda vital : suhu , nadi, tekanan darah, pernafasan
c. Jelaskan pada keluarga alasan pemnberian oksigen dan tindakan lainnya
d. Kolaborasi dokter pentingnya pemeriksaan gas darah
e. Kolaborasi pemberian therapy oksigen
f. Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait
g. Berikan obat sesuai yang diresepkan
i. posisi pasien untuk mengurangi dyspnea
j.Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen ( misalnya, pengendalian nyeri,demam,kecemasan )

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelainan jantung : tetralogi of Fallot
NOC:
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan,dibuktikan dengan:
- status sirkulasi : tidak didapati peningkatan cyanosis,toleransi aktifitas
- status tanda vita l: dalam rentang normal
NIC :
a. Status sirkulasi:
- Kaji adanya sianosis,perubahan status mental,status pernafasan
- Kaji kaji toleransi terhadap aktifitas
b. Regulasi Haemodinamik:
- Pantau denyut perifer,pengisisn ulang kapiler,dan suhu serta warna ekstremitas
- Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung,irama ,dan nadi
- Minimalkan stressor lingkungan dengan menciptakan suasana lingkungan yang kondusif
c. Pemantauan tanda vital:
Pantau tanda vital meliputi : suhu, nadi,pernafasan dan tekanan darah
d. Jelaskan tujuan pemberian oksigen pernasal / sungkup
e. Ajarkan pasien dan keluarga tentang perencanaan perawatan dirumah meliputi pembatasan aktifitas,tehnik penurunan stress,pemeliharaan kecukupan asupan.

4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler
NOC:
Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang adekuat dibuktikan:
Status Neurologis : Kesadaran, orientasi terhadap lingkungan, periode kejang minimal
NIC:
a. Pantau tingkat kesadaran,orientasi terhadap lingkungan
b.Pantau tanda vital,ukuran bentuk dan kesimetrisan pupil
c. Cegah cidera jika terjadi kejang
d. Berikan istirahat baring
e. Kolaborasi pemberian oksigen dan anti konvulsan saat kejang
f. Pantau respon pasien terhadap therapy yang diberikan

5. Risiko cidera
Faktor risiko internal: hypoxia jaringan
NOC:
Risiko cidera akan menurun,dibuktikan oleh : keamanan personal,pengendalian risiko, dan lingkungan yang aman
NIC:
a. Identifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan: perubahan status mental, deficit sensorik atau motorik ( misalnya berjalan, keseimbangan )
Identifikasi lingkunan yang memungkinkan risiko terjatuh :(misalnya: pengaman tempat tidur, lantai yang licin dll )
b. Berikan edukasi untuk mencegah cidera
c. Bantu ambulasi dini
d. Libatkan keluarga dalam pemantauan

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan fatiq selama makan,peningkatan kebutuhan kalori dan penurunan nafsu makan
NOC:
Memperlihatkan status Gizi: asupan makanan dan cairan, yang dibuktikan oleh indicator: Makanan oral ,pemberian asi, pemberian makan lewat slang,atau nutrisi parenteral adekuat
NIC:
a. Kaji kemampuan pasien dalam pemenuhan nutrisi
b. Pantau kandungan nutrisi dan kalori asupan
c. Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat
d. Berikan informasi nutrisi yang tepat, kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
e. Anjurkan pasien atau ibu menyusui makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan kualitas asupan
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan
g. Ciptakan lingkungan yang kondusif

7. Intoleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
NOC:
Menunjukkan toleransi aktifitas yang dibuktikan indicator sebagai berikut: tidak sesak nafas saat beraktifitas, saturasi oksigen dalama rentang normal,tandavital dalam rentang normal
NIC:
a. Kaji tingkat kemampuan aktifitas pasien
b. Pantau respon kardiovaskuler terhadap aktifitas : takikardi,dyspnea,pucat,tekanan hemodinamik, frekwensi pernafasan.
c. Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang baik
d. Ajarkan tindakan untuk menghemat energy misalnya : menyiapkan alat / benda dekat dan mudah terjangkau
e. Ajarkan teknik perawatan diri yang meminimalkan konsumsi oksigen
f. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

8. Kurang pengetahuan keluarga ttg diagnostic,prognosa,perawatan dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif ,kesahan dalam memahami informasi yang ada,kurang pengalaman.
NOC:
Memperlihatkan pengetahuan keluarga: diagnostic,prognosa,perawatan dan pengobatan yang dibuktikan dengan indicator sebagai berikut:
Mendiskripsikan diagnose, prognosa, perawatan dan pengobatan pasien
NIC:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang diagnose,prognosa,perawatan dan pengobatan pasien
b. Kaji kemampuan untuk menerima informasi
c. Beri penyuluhan terkait pengetahuan yang diperlukan
d. Kolaborasi dokter untuk memberikan informasi tentang diagnose, prognosa dan pengobatan
e. Jelaskan program perawatan selama di rumah sakit dan di rumah

9. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kelainan congenital : tetralogi of fallot
NOC:
Pasien akan mencapai tingkat kesejahteraan, kemandirian,pertumbuhan dan perkembangan tertinggi sesuai dengan status penyakit atau ketunadayaan pasien
NIC:
a. Lakukan pengkajian kesehatan secara seksama : tingkat pertumbuhan dan perkembangan dan lingkungan keluarga
b. Identifikasi masalah pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dan buat rencana tindakannya
c. Kaji keadekuatan asupan nutrisi
d. Pantau interaksi dan komunikasi anak dengan orang tua
e. Ajarkan tahapan penting perkembangan normal dan perilaku yang berhubungan
f. Bantu keluarga membangun strategi untuk mengintegrasikan
g. Berikan aktifitas yang meningkatkan interaksi diantara anak – anak
h. Dorong anak untuk mengekspresikan diri melalui pujian atau umpan yang positif atas usaha – usahanya
i. Beri mainan atau benda – benda yang sesuai dengan usianya
j. Dukung pasien untuk mengemban tanggungjawab perawatan diri sebanyak mungkin
k. Dukung orang tua untuk mengkomunikasikan secara jelas harapan terhadap tanggung jawab atas perilaku anak.


3.3 IMPLEMENTASI
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005) Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada pasien. Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukaan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya. Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada, mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan.


3.4 EVALUASI
S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri
O : Data yang diambil dari hasil observasi
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi
P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien



BAB 4
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai tetralogi fallot antara lain defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan hipertrofi ventrikel kanan. Penyebab tetralogi fallot terdiri dari 2 faktor, yaitu endogen dan eksogen. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan mengalami keluhan sesak saat beraktivitas, berat badan bayi yang tidak bertambah, clubbing fingers, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.


4.2 SARAN
1. Hindari penggunaan alkohol atau obat yang membahayakan pada masa kehamilan
2. Makanan ibu haruslah mencukupi nilai gizi serta nutrisi yang dibutuhkan



DAFTAR PUSTAKA


  1. Hartono, Andi dkk. 2005. Buku ajar keperawatan pedriatik wong, ed. Vol:2. Jakarta:EGC.
  2. Nelson, B. 1999. Ilmu Kesehatan Anak vol 2 edisi 15. Jakarta : EGC
  3. Veldam, James. 2003.Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC
  4. Oesman I.N, 1994. Gagal Jantung. Dalam buku ajar kardiologi anak. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal 425 – 441
  5. Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Cardiovaskuler. Jakarta : salemba medika
  6. Davis, Lorna. 2011. Pemeriksaan Kesehatan Bayi: pendekatan Multi Dimensi. Jakarta : EGC
  7. Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
  8. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta : EGC


Semoga bermanfaat ^_^